Legislator Nilai Ormas FPI Tak Pernah Ajak Lakukan Makar

08-05-2019 / KOMISI I
Anggota Komisi I DPR RI Hidayat Nur Wahid Foto : Kresno/mr

 

Anggota Komisi I DPR RI Hidayat Nur Wahid menilai adanya petisi untuk tidak memperpanjang izin ormas Front Pembela Islam (FPI) bukanlah sesuatu yang baru. Karena pada tahun sebelumnya hal itu juga pernah mencuat, tetapi kemudian masalah tersebut lurus sendiri, ketika rakyat mengetahui sepak terjang Ormas FPI, seperti menjadi yang terdepan dalam penanganan gempa di beberapa daerah di Indonesia.

 

“Rakyat Indonesia sudah sangat cerdas. Walaupun ada 100 ribu orang yang menandatangani petisi semacam itu, tetapi akan ada sejuta lebih yang mendukung FPI,” tegas Hidayat sesaat sebelum mengikuti Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2018-2019 di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (8/5/2019).

 

Menurutnya, di sebuah negara demokrasi semuanya berlaku secara demokratis, tetapi harus tetap mempergunakan akal sehat. “Memang kesalahan FPI apa? Kesalahan hukumnya harus terlihat sangat jelas. FPI tidak pernah mengajak untuk melakukan tindakan makar, separatisme, narkoba, atau korupsi. Tetapi justru FPI mendukung pemberantasan narkoba dan korupsi, serta mendukung penguatan NKRI dan menolak separatisme,” tandasnya.

 

Ia menambahkan, kenapa tidak ada petisi yang dikeluarkan tentang pembubaran separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang jelas-jelas membuat huru hara, sambungnya. “FPI justru selalu menegaskan sikap untuk mendukung NKRI dan selalu ada di garda terdepan dalam membantu korban bencana alam yang terkadang pemerintah sendiri telat untuk melakukannya,” ujar politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

 

Terhadap rencana pembentukan tim nasional pengkaji ucapan, pikiran, dan tindakan tokoh yang digagas oleh Menkopolhukam Wiranto, ia menyatakan tindakan tersebut telah kebablasan. “Karena saat ini kita berada di era reformasi, yang salah satu produk reformasi itu adalah dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, dimana telah ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara mencurigai, dan bukan negara yang melakukan tindakan overlapping,” ucapnya.

 

Legislator dapil DKI Jakarta II itu menyatakan, dalam hal penegakan hukum sudah ada institusi Kepolisian dan Kejaksaan, yang seharusnya bisa lebih diberdayakan untuk melakukan penegakkan hukum yang pendekatannya berbasis hukum, dan bukan pendekatan politis. Saat ini, ia menilai hal itu tidak membantu orang untuk percaya bahwa Indonesia sedang melaksanakan penegakkan hukum.

 

“Seharusnya Menkopolhukam mengembalikan kewenangan penegakan hukum kepada lembaga-lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan penegakkan hukum kalau kita masih menggunakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” pungkasnya. (dep/sf)

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...