PELAKU KEKERASAN DI CIKEUSIK DAN TEMANGGUNG HARUS DITINDAK
Dua aksi kekerasan yang terjadi di Cikesik, Banten dan Temanggung, Jateng menunjukkan ada sesuatu yang harus diluruskan pada bangsa ini. Pandangan ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan saat menjadi pembicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan topik “Kekerasan atas Dasar Agama, Dimana Peran Negara” di Ruang Wartawan, Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (10/2/11). “Aparat harus menindak pelaku kekerasan tanpa pandang bulu,” tegas politisi Partai Amanat Nasional ini.
Dua kejadian di tempat berbeda menurut Taufik punya kesamaan, ada dropping massa yang didatangkan oleh pihak-pihak tertentu yang diharapkannya dapat diungkap pihak kepolisian. Ia juga mengingatkan sudah saatnya menggerakkan kembali peran Babinkamtibmas yang ada ditingkat desa atau kelurahan. Kerjasama aparat kepolisian, TNI dan masyarakat menurutnya dapat mengantisipasi kondisi seperti ini.
Bicara pada diskusi yang sama ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menilai berulangnya kasus kekerasan karena tidak tuntasnya penegakan hukum terhadap pelaku. “Kasus Tanjung Priok yang tewas kan lebih banyak dari Cikeusik, kerusakan lebih banyak dari Temanggung, apa ada pengusutan pidana?.” ujarnya. Ia menegaskan untuk mencegah kekerasan kembali terjadi adalah dengan menuntaskan kasusnya. “Ini pertaruhan negara, temukan siapa yang bertanggung jawab,”.
Pemerintah menurutnya harus memberi sangsi kepada organisasi masyarakat yang berada dibelakang aksi kekerasan. “Sangsi untuk mereka ada dalam peraturan perundang-undangan,” imbuhnya. Ifdhal mengingatkan agar publik dapat membedakan antara sangsi dengan kebebasan berorganisasi yang dilindungi konstitusi.
Ia memberi contoh di Jerman, disana organisasi ekstrim pendukung Nazi bebas berdiri, tetapi begitu mereka melakukan aksi kekerasan, melanggar hukum, aparat langsung menindak mereka. “Perlu memberi ruang kepada institusi pengadilan untuk menyelesaikan konflik di tengah masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu anggota Komisi VIII DPR RI Hazrul Azwar mengingatkan pentingnya sikap tegas pemerintah kepada ormas keagamaan Ahmadiyah. “Bahkan di Pakistan tempat kelahiran agama ini pemerintah sudah memgambil sikap tegas membubarkan Ahmadiyah yang dinilai telah melakukan penistaan agama Islam,” katanya. Ia menambahkan pada saat itu Ahmadiyah melakukan banding di Mahkamah Agung. Putusan hakim dalam sidang banding mereka masih punya hak untuk beribadah dengan catatan tidak menggunakan simbol-simbol Islam.
Di Indonesia lima tahun setelah kedatangan ajaran Ahmadiyah tahun 1925 telah mulai muncul konflik di Sumatera Timur dan beberapa daerah lain. Bagi Hazrul konflik akan terus terjadi apabila pemerintah tidak mengambil sikap yang tegas. “Bagi saya selaku ketua Fraksi P3, idealnya Ahmadiyah itu dibubarkan,” tegasnya. (iky)