Pemerintah Harus Sadar Pentingnya Independensi DPR

18-06-2019 / PIMPINAN
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah Foto : Andri/mr

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu pada Rapat Paripurna di Gedung DPR menyampaikan bahwa terjadi pemotongan anggaran pembangunan DPR dari Rp.7,7 triliun menjadi 5,7 triliun rupiah. Terkait dengan hal tersebut, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan bahwa hal tersebut sudah menjadi nasib dari DPR di suatu negara yang kebebasan parlemennya belum penuh.

 

“Tidak ada negara demokrasi yang anggaran DPR nya dikontrol oleh pemerintah, tetapi hanya di Indonesia. Saya sudah meminta supaya pemerintah tidak boleh mengontrol anggaran DPR, sebab itu sama saja dengan kita (DPR) berfungsi mengawasi pemerintah tetapi alat pengawasannya dipotong,” tegas Fahri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019).

 

Menurut Fahri, hal itu menjadi salah satu kelemahan DPR, yakni anggarannya dikontrol oleh lembaga lain. Ia mengusulkan agar pemerintah sadar akan pentingnya independensi DPR. Kalau terus seperti ini, pemerintah seolah-olah tidak mau diawasi. “Pemerintah seakan tidak mau DPR nya kuat mengawasi. Nanti efek yang terjadi adalah terjadinya korupsi dalam pemerintah. Dengan lemahnya DPR, maka efeknya korupsi dalam pemerintah,” tegasnya.

 

Cek and balances system adalah kondisi dimana lembaga yudikatifnya independen, legislatifnya independen, dan eksekutifnya juga independen. Fahri menambahkan bahwa sekarang lembaga legislatif tidak independen, sebab pegawainya dipegang oleh Men PAN-RB dan penggajiannya dipegang oleh Menteri Keuangan.

 

“Artinya demokrasinya memang tidak utuh. Saya sudah ingatkan hal ini sejak dahulu, tetapi sulit karena memang sistemnya masih demikian. Kita ini didalam legislasi bergantung kepada pemerintah. Dalam urusan anggaran tergantung juga pada pemerintah. Pengawasan pun lemah, karena pemerintah mengontrol partai politik, sehingga partai politik itu bisa disuruh mem ‘bebek’ saja, terserah kemauan pemerintah,” ujar Fahri.

 

Dikatakannya, kalau partai itu nantinya mau dibikin diam, maka ambil satu orang anggota partai tersebut  untuk dijadikan menteri, dan kemudian anggota yang lain (yang duduk di DPR) diminta untuk diam.

 

“Padahal hal itu tidak diperbolehkan, sebab dalam sistem presidensialisme, DPR itu dipilih secara independen dan merupakan oposisi terhadap pemerintah. Tidak boleh diintervensi oleh siapapun, termasuk oleh partai politik. Di dalam sistem presidensialisme yang matang, kalau orang merasa partai itu mengganggu, maka dia akan memilih melalui jalur independen. Saya rasa gambar besar seperti ini mungkin tidak sanggup dilihat oleh pemerintah,” pungkasnya. (dep/es)

BERITA TERKAIT
Tangki Kilang Cilacap Terbakar, Puan Maharani: Segera Audit Sistem Pengamanan Kilang Pertamina
15-11-2021 / PIMPINAN
Prihatin dengan insiden terbakarnya tangka kilang di Cilacap pada Minggu (14/11/2021) lalu, Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani meminta...
Tutup Piala KBPP Polri, Puan Harap Lahir Bibit Atlet Pesepak Bola
14-11-2021 / PIMPINAN
Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menutup turnamen sepakbola Piala Keluarga Besar Putra Putri (KBPP) Polri usia dini yang...
Rachmat Gobel: Pemda Harus Cari Solusi Atasi Banjir Gorontalo
13-11-2021 / PIMPINAN
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta Pemerintah Daerah Gorontalo harus cepat turun tangan menyelesaikan masalah banjir yang terjadi di...
Panen Padi di Banyuwangi, Puan Dorong Pertanian Dijadikan Agrowisata
12-11-2021 / PIMPINAN
Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani melanjutkan rangkaian kunjungan kerja ke Banyuwangi, Jawa Timur dengan turut serta memanen padi...