Komisi VII Perintahkan Gakkum KLHK Segel PT. TEL
Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI bersama Dirjen Gakkum KLHK meninjau proses pengolahan limbah dari PT. TEL di Muara Enim, Sumatra Selatan Foto : Kresno/mr
Ketua Panitia Kerja (Panja) Limbah dan Lingkungan Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir memerintahkan Direktur Jenderal (Dirjen) Penegak Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyegel lokasi pengolahan dan pembuangan limbah PT. Tanjung Enim Lestari (TEL). Penyegelan ini dilakukan karena perusahaan dianggap tidak mampu mengelola limbah secara profesional sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .
“Kita buat penegasan, Dirjen Gakkum kita perintahkan untuk menyegel lokasi ini dan memproses perusahaan secara pidana. Karena menurut saya sudah melanggar aturan undang-undang 32 tahun 2009. Kami ingin lihat nanti, apabila air limbah itu tidak berubah tapi dia sudah dilakukan proses pembuangan, itu harus diproses," tegas Nasir saat saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR RI bersama Dirjen Gakkum KLHK meninjau proses pengolahan limbah dari PT. TEL di Muara Enim, Sumatra Selatan, Jumat (28/6/2019).
Menurut Nasir direktur perusahaan harus bertanggung jawab tentang proses limbah perusahaan tersebut. Selain melakukan penyegelan terhadap lokasi pengolahan dan pembuangan limbah PT. TEL, Ia juga meminta semua peralatan terkait pengolahan limbah PT. TEL harus dibawa keluar jika perusahaan tidak mampu mengelola secara profesional serta memiliki kajian standar perusahaan yang berpengalaman.
Pada kunjungan bulan Maret lalu, Nasir sebenarnya sudah memperintahkan KLHK untuk menyegel landfill ini, namun proses penyegelan itu ternyata tidak ada. "Nanti kami juga akan mempertanyakan kepada Kementerian, proses yang pada waktu kita datang ke sini sebelumnya, ternyata tidak dilakukan penyegelan. Oleh karena itu, kita datang kesini untuk menyaksikan langsung penyegelan, dan kami membuat penegasan kepada Dirjen Gakkum untuk memproses secara hukum sesuai UU Nomor 32 tahun 2009 secara pidana," ujar Nasir.
Proses penyegelan ini menurut Nasir sudah sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2009. Apabila perusahaan tidak bisa memusnahkan atau mengelola limbah tersebut, perusahaan wajib menyerahkan kepada pihak lain. Namun jika tidak, perusahaan akan dikenakan sanksi pidana padahal mereka sudah diberikan kesempatan untuk memproses pengolahan limbah.
Pengelolaan limbah, tambah Nasir, tentunya harus memiliki kajian dan dinyatakan bahwa proses limbah ini dinyatakan clear and clean dan aman bagi lingkungan. "Itu baru barang ini menyatakan clear (oleh perusahaan), tapi ternyata kita baru jalan sampai ujung sana saja dengan memakai saringan masker kita aja sendiri sudah oyong (pusing)," ujar Nasir.
Nasir menekankan dirinya tidak memandang perusahaan manapun, dan tetap akan menindak tegas perusahaan yang melanggar UU 32 Tahun 2009. Komisi VII DPR RI hanya melakukan fungsi pengawasan dari proses yang dilakukan Ditjen Gakkum KLHK untuk menyelesaikan seluruh regulasi perusahaan-perusahaan yang membuang limbahnya sembarangan dan tidak bertanggung jawab. (eno/es)