Komisi VI Nilai Anggaran Kemendag dan Kemenkop Terlalu Kecil
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal. Foto : Mentari/mr
Komisi VI DPR RI menyetujui Pagu Alokasi Anggaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI sebesar Rp 3,57 triliun, dan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) sebesar Rp 972 miliar. Persetujuan tersebut sesuai dengan hasil pembahasan belanja Kementerian/Lembaga oleh Badan Anggaran DPR RI, yang dibahas dalam rapat kerja Komisi VI dengan kedua mitra terkait, guna menetapkan RKA-K/L TA 2020.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal menyesalkan kecilnya alokasi anggaran pada keseluruhan mitra kerjanya. Bahkan ia menilai Kemendag dan Kemenkop UKM, sebagai kementerian yang memiliki dampak secara nyata terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Raker ini juga dihadiri oleh Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dan Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
“Kalau kita bicara anggaran seluruh mitra-mitra Komisi VI, semuanya cenderung kecil. Kemendag jadi yang paling besar, dan itu cuma Rp 3,5 triliun. Banyak mitra kita yang di bawah Rp 1 triliun seperti Kemenkop UKM. Padahal mitra-mitra ini adalah mitra yang memutar roda ekonomi secara real,” tandas Hekal usai memimpin Rapat Kerja Komisi VI DPR RI di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2019).
Progam untuk membina dan membangun wirausaha baru, misalnya, Hekal mengatakan bahwa kedua program dari Kemenkop UKM ini justru anggarannya terus berkurang setiap tahunnya. Selama periode 2014-2019 dirinya menjabat sebagai Anggota DPR RI, program ini terus masuk dalam usulan anggaran tambahan, yang mana pada akhirnya juga tak kunjung juga mendapat tambahan anggaran.
“Saya ingat saat baru memasuki periode 2014-2019, Kemenkop UKM itu anggarannya diatas 1 triliun. Tetapi sekarang semakin turun, sehingga komitmen pemerintah terhadap ini, kita lihat cenderung berkurang. Itu yang sangat kita sayangkan,” tambah legislator dapil Jawa Tengah IX tersebut.
Lebih lanjut, Hekal juga menyinggung arah kebijakan pemerintah dalam menggerakkan ekonomi kerakyatan. Dengan banyaknya masalah yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, seperti biaya yang tinggi, tenaga kerja yang tinggi, pajak yang kurang berpihak pada pengusaha, tidak heran jika investor tidak melirik untuk berinvestasi di Indonesia.
“Kami juga agak heran, arah pemerintah untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan itu kurang dirasakan. Banyak sekali masalah, bahkan Presiden sekalipun sudah bicara bahwa investor tidak melirik Indonesia dan itu masalahnya banyak. Hal seperti itu berkontribusi secara keseluruhan terhadap perputaran ekonomi,” papar politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Untuk itu, Hekal menilai diperlukan sistem yang memperkuat ekonomi kerakyatan dengan cara membangun wirausaha baru dan membangun usaha kecil dan menengah. “Banyak indikasi-indikasi bahwa dunia, termasuk Indonesia akan memasuki resesi. Justru sektor ini yang harus perkuat, dan program itu banyak berada di Komisi VI, termasuk membangun wirausaha baru, membangun UMKM,” pungkasnya. (alw/sf)