Paripurna DPR Setujui RUU Pesantren
Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong. Foto: Kresno/mr
Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong mengatakan, setelah mengalami Pembicaraan Tingkat I secara intensif sejak Maret 2019, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan I Tahun 2019-2020. Dalam pidatonya, Ali Taher mengungkapkan, RUU Pesantren yang terdiri dari 9 Bab dan 55 Pasal ini menjadi tonggak sejarah baru dalam pengakuan negara terhadap pesantren.
“Hal mendasar yang jadi pertimbangan utama Komisi VIII mengusulkan UU Pesantren merupakan penghargaan terhadap ‘sokoguru’ pendidikan Indonesia yang telah berkontribusi secara aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia,” kata Ali Taher saat menyampaikan laporan hasil pembahasan pada Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Ali Taher memastikan, saat membahas RUU Pesantren ini, Panitia Kerja (Panja) RUU Pesantren sudah menyerap aspirasi masyarakat melalui mekanisme RDPU yang mengundang perwakilan pesantren se-Indonesia juga organisasi masyarakat (ormas) Islam. “Seluruh aspirasi telah kami tampung dan dimasukkan usul undang-undang, terakhir aspirasi Muhammadiyah juga telah kami tampung,” tambah politisi F-PAN ini.
Sejumlah catatan mewarnai pengesahan RUU Pesantren, Anggota Komisi II DPR RI Wa Ode Nur Zainab (F-PAN) menyampaikan pandangan fraksinya yang mendukung dan menyetujui disahkannya RUU Pesantren ini. “Hanya saja catatan kami agar UU ini bisa memberi jaminan atau nilai manfaatnya bisa adil bagi agama-agama lainnya, serta catatan ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengesahan UU ini,” imbaunya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi VIII DPR RI Choirul Muna, yang mengatakan bahwa fraksinya mendukung dan menyambut dengan gembira pengesahan RUU Pesantren. Dirinya menilai bahwa hal tesebut merupakan sumbangsih dari Anggota Dewan kepada seluruh rakyat Indonesia.
“Insya Allah dengan diterbitkan dan pada saat dikumandangkannya RUU Pesantren ini, pesantren-pesantren yang ada akan mendapatkan secara pengakuan legal baik dari APBN, APBD Tingkat I dan II. Inilah sumbangsih kami dari DPR RI kepada Pesantren di seluruh Indonesia,” kata politisi F-NasDem ini.
Apresiasi juga datang dari Anggota Badan Legislasi DPR RI Nihayatul Wafiroh yang turut merasa bangga akan keberhasilan RUU Pesantren ini. “Kami berjuang bersama untuk Pesantren di Indonesia, dan berharap Pesantren bisa menjadikan Bangsa Indonesia ini lebih maju. Apresiasi bagi Komisi VIII juga yang telah mengundang semua ormas, sehingga bisa mengakomodir semua kepentingan,” ujar politisi Fraksi PKB ini.
Lebih lanjut, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meningatkan kepada jajaran pemerintah untuk meneruskan semangat RUU Pesantren ini melalui dukungan peraturan-peraturan pemerintah. “Adanya keharusan bahwa lembaga Pesantren hasus berbadan hukum terlebih dulu baru bisa mendapat anggaran, inilah yang harus dikoreksi bahwa administrasi negara kalau status hukumnya sudah tercapai, seharusnya mendapat hak yang sama di mata negara,” imbuh politisi Fraksi PPP ini.
Pada akhirnya, setelah mendengarkan pendapat dari Anggota Dewan yang hadir, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah selaku Pimpinan Rapat Paripurna menanyakan, “Apakah Pembicaraan Tingkat II Pengambilan Keputusan terhadap RUU Pensantren dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?” tanya Fahri, dan dikuti jawaban “Setuju” seluruh Anggota yang hadir.
Mewakili pandangan pemerintah, Menteri Agama RI Lukman Hakim Syaifudin mengungkapkan rasa terima kasih kepada seluruh Pimpinan dan Anggota DPR RI yang telah memberikan landasan hukum bagi pesantren untuk menjadi salah satu penyelenggara pendidikan di Indonesia yang independen berdasarkan kekhasan dalam fungsi kemasyarakatan, kedakwahan, dan pendidikan.
“Apresiasi dan terima kasih yang tiada terhingga juga kepada seluruh pondok pesantren, ormas Islam, dan perwakilan keagamaan yang telah memberikan kontribusi sehingga menjadikan RUU ini berkualitas. Adapun dinamika yang terjadi dalam proses pembahasan menjadi wujud dan bagian dari proses kedewasaan dalam kita dalam berdemokrasi,” pungkas Menteri Agama. (alw/sf)