Isu Radikalisme dan Terorisme Dinilai Hambat Investasi
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon. Foto : andri/hr
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon meminta pemerintah berhati-hati mengeksploitasi isu radikalisme dan juga terorisme, karena dinilai bersifat kontraproduktif bagi kepentingan nasional baik, jangka pendek maupun jangka panjang. Menurutnya, isu-isu seperti ini merugikan bangsa, karena bertentangan dengan harapan Pemerintah yang menginginkan adanya investasi yang masuk ke Indonesia.
“Isu yang hari-hari ini menjadi diskursus publik, seperti radikalisme dan terorisme, apakah Lemhanas sudah mengkaji? Di satu sisi kita ingin ada investasi, di sisi lain ada orang yang ingin berinvestasi kita takut-takuti ada terorisme di Indonesia,” kata Fadli saat Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) beserta jajaran di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Politisi Partai Gerindra itu juga mengkhawatirkan cara pemerintah serta aparat dalam mengatasi isu teror dan radikalisme yang masih menggunakan gaya “War on Terror” ala Amerika Serikat saat menyikapi Tragedi WTC. Alih-alih bisa meredam radikalisme, malah dikhawatirkan kian mengundang antipati dan skeptisisme publik.
“Setelah mereka mendeklarasikan War on Terror itu, Amerika sendiri sudah mengganti pola pendekatannya. Tetapi, kita masih menggunakan pola pendekatan yang lama atau old-school dalam melihat isu terorisme dan radikalisme ini. Sehingga dengan demikian kontradiksi. orang justru tidak mau berinvestasi di Indonesia, karena kita sendiri yang tidak mau berinvestasi dengan isu-isu itu,” papar Fadli.
Sebelumnya hal yang sama dikemukakan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) itu dalam rilisnya. Ia menuturkan pernyataan positif dari Pemerintah sangat mempengaruhi persepsi investor. Investor menilai apa yang terjadi di Indonesia dari pernyataan-pernyataan pejabat pemerintahannya.
“Para pejabat pemerintah mestinya menyadari bahwa pernyataan-pernyataan publik mereka bisa mempengaruhi dinamika ekonomi. Inilah yang menyebabkan kenapa tingkat ketertarikan investasi asing di Indonesia cenderung menurun. Mereka butuh kepastian dan jaminan keamanan. Jaminan stabilitas itu awalnya dilihat dari pernyataan pejabat,” sebut legislator dapil Jawa Barat V itu.
Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir investasi tidak begitu menggembirakan. Menurut data, sektor yang diminati investor ternyata kian bergeser dari sektor-sektor yang diprioritaskan pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah menginginkan penanaman modal masuk ke sektor industri manufaktur yang bersifat padat karya. Tujuannya agar bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi serta membuka lapangan kerja baru.
Namun, menurut data BKPM, investor kini justru lebih tertarik berinvestasi di sektor jasa ketimbang sektor industri manufaktur, yang secara tidak langsung berdampak pada penyerapan tenaga kerja. “Ini adalah pekerjaan rumah yang harus segera dipecahkan. Agar iklim investasi dalam negeri kondusif,” tegas Fadli.
Sementara itu, Gubernur Lemhanas Agus Widjojo menekankan bahwa isu radikalisme saat ini penting untuk menjadi perhatian pemerintah. Menurutnya, radikalisasi di tengah masyarakat memang terjadi dan disinyalir ada upaya tertentu untuk menggantikan Pancasila sebagai dasar negara. “Jadi antara radikalisme, radikalisasi dan investasi itu jangan kita anggap sebagai hitam putih. Dua-duanya penting untuk kita perhatikan,” kata Agus. (ann/sf)