Pengawasan Lemah, Banyak BPR Dilikuidasi
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo. Foto : Husen/mr
Pengawasan yang lemah dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat banyak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) gulung tikar atau dilikuidasi. Kasus penyelewenagan dana nasabah (fraud) disebut-sebut banyak melatari pencabutan izin operasional BPR.
"Kalau kita lihat kebanyakan BPR yang gagal itu karena ada fraud. Pertanyaannya sejauh mana pengawasan yang dilakukan OJK dalam mencegah fraud itu. Apakah OJK kekurangan pengawas? Ini yang harus didalami lebih lanjut," ungkap Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo kepada Parlementaria, usai mengikuti pertemuan dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Bali, Jumat (6/12).
Fauzi Ichsan Kepala Eksekutif LPS dalam pertemuan dengan Komisi XI juga menyebut, OJK kekurangan tenaga pengawas yang pada gilirannya menurunkan kualitas pengawasan. Padahal, jumlah BPR yang perlu diawasi sangat banyak. Dijelaskan Andreas, OJK bertugas mengatur, mengawasi, dan melindungi industri jasa keuangan. Sedangkan LPS bertugas memberi penjaminan terhadap simpanan dana pihak ketiga di perbankan, serta menyelesaikan bank gagal yang non sistemik.
Di Bali saja hingga 2019 ini sudah ada tujuh BPR yang dilikuidasi dan diserahkan kepada LPS. Menurut politisi PDI Perjuangan itu, persaingan dunia perbankan kian ketat. Apalagi, kini ada program kredit usaha rakyat (KUR) yang digulirkan perbankan plat merah besar, sehingga BPR kalah bersaing dalam menjaring nasabah.
"Yang harus dilihat mengapa pengawasan OJK kurang efektif dalam mencegah persoalan fraud yang ada di BPR. Bisnia BPR kini sudah kian ketat," ulas Andreas menutup wawancara. (mh/es)