Golkar Realistis Tak Akan Usung Capres dari Kader Golkar
20-04-2009 /
LAIN-LAIN
Partai Golkar bersikap realistis tidak lagi meneruskan egonya untuk memimpin sebuah koalisi alternatif atau mencalonkan presiden dari kader golkar sendiri. Demikian disampaikan Priyo Budi Santoso dalam Dialektika Demokrasi bertema "Koalisi; Siapa Dekati, Siapa Jadi" di ruang wartawan DPR, Jakarta, Jumat (17/4)
Menurut Priyo, “Kenapa Golkar kemudian lebih
bersikap realistis tidak lagi meneruskan egonya untuk memimpin sebuah koalisi alternatif atau mencalonkan presiden. Itu karena beberapa pertimbangan yang tadi telah saya sampaikan di awalâ€.
Sebelumnya Ketua Fraksi Golkar DPR-RI itu menyebutkan bahwa pengusungan Jusuf Kala sebagai capres Partai Golkar menjelang pemilu diakui hanya untuk mendongkrak suara partai di Pemilu Legislatif 9 April. Tidak ada niatan Golkar untuk memajukan ketua umumnya sebagai capres di pilpres 2009.
"Keputusan membuka peluang JK sebagai capres adalah motif menjelang pemilu. Bukan by design ingin ke sana (presiden)," katanya
Alasan Golkar mengurungkan niat memimpin koalisi alternatif calon presiden adalah karena pertimbangan-pertimbangan yang bersifat realistis, pertimbangan yang bersifat taktis, pertimbangan yang dirangkum dalam istilah untuk kepentingan yang lebih besar. Jadi untuk kepentingan bangsa yang lebih besar
Sementara itu pembicara lainnya yakni, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjelaskan, siapa cawapres yang akan mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pilpres mendatang baru akan ditentukan pada Rapimnas Partai Demokrat pada tanggal 25-26 April mendatang.
"Dalam Rapimnas tersebut, kemungkinan akan sekaligus menetapkan pula pasangan SBY sebagai cawapres yang diduetkan dalam pilpres mendatang," ujarnya dihadapan wartawan.
Ia menambahkan, sebenarnya agenda Rapimnas Demokrat itu adalah meresmikan calon presiden dari Partai Demokrat. Namun, jika dinamika dan perkembangan politik cukup memungkinkan, maka rapimnas tersebut juga akan sekaligus menetapkan pula cawapres pasangan SBY.
Dalam Dialektika yang juga dihadiri oleh Ketua DPP PDIP Firman Djaya Daeli dan Wasekjen PKS Fahri Hamzah, lebih lanjut Anas menjelaskan bahwa, untuk pencalonan presiden itu, partainya tetap menginginkan adanya koalisi dengan partai lainnya., adanya koalisi tersebut menurutnya dapat membangun serta mampu memberikan dukungan stabilitas bagi roda pemerintahan, khususnya di lembaga legislatif.
PKS Bantah Cabut Koalisi dengan Demokrat
Ditempat yang sama Fahri Hamzah selaku Wakil Sekjen PKS, membantah kalau partainya mengancam akan mencabut koalisi dengan Partai Demokrat, setelah mendengar kabar bahwa Partai Golkar pun berencana berkoalisi dengan partai peraih suara tertinggi sementara pada Pemilu 9 April lalu itu.
"Sebenarnya kami tidak mengancam, namun kami melihat terdapat problem antara Presiden dan Wakil Presiden. Presiden punya acara sendiri, wakil juga punya acara sendiri dan itu tidak bisa dalam sistem presidensial kita yang berdasar UUD 45," ujarnya.
Fahri menambahkan, PKS tidak bisa mentolerir jika diibaratkan ada dua matahari dalam satu pemerintahan. "Bagaimana kita tahu hal itu karena kita punya kabinet yang melaporkan hal-hal selama pemerintahan SBY-JK,†tuturnya.
Kemudian Fahri menjelaskan, bahwa PKS hanya mengevaluasi apakah layak mempertahankan koalisi yang telah gagal. "Kami tidak mau ikut merusak negara karena koalisi SBY-JK telah gagal,â€tegasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya, PKS berniat berkoalisi dengan Partai Demokrat dengan tujuan mengusung mantan Presiden PKS Hidayat Nurwahid sebagai cawapres bagi SBY.
Fahri menyatakan, bahwa PKS siap berkoalisi dengan partai politik lain, jika dalam partai tersebut tidak terjadi rangkap jabatan seperti ketua parpol menjabat sebagai menteri atau wakil presiden.
Bagi PKS, menurut Fahri, menentukan arah di pemerintahan itu sangat penting. Presiden harus punya independensi dalam menentukan wakilnya, karena wakil itu berbeda dengan menteri, tidak bisa dicopot di tengah jalan. PKS berharap, ke depan kabinet harus nonaktif dari partai sehingga kabinet bisa berjalan secara posisional.
Fachri menegaskan, hal-hal itu yang harus ditegaskan dari PKS ke Demokrat jika ingin berkoalisi dengan partai yang saat ini dipimpin Tifatul Sembiring tersebut. "Jika tidak disanggupi maka PKS enggan dengan partai manapun termasuk Demokrat," ujarnya. (sc)