Revisi UU 24 tahun 2003 Tegaskan MK Negatif Legislator
Rapat Paripurna DPR RI berhasil mengesahkan revisi undang-undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Salah satu keputusan penting yang berhasil disepakati pemerintah dan parlemen adalah menekankan MK sebagai penjaga konstitusi dan HAM berpijak pada prinsip negatif legislator.
“Revisi menyepakati pelarangan putusan ultra petita dan positif legislator, ini harus diinformasikan bahwa MK adalah negatif legislator, hakekatnya seperti itu,” kata Dimyati Natakusumah, Wakil Ketua Baleg saat menyampaikan laporan dihadapan peserta sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/6/2011)
Selama ini muncul persepsi MK dalam putusannya dianggab melampaui kewenangan yang dimiliki. Hal itu antara lain tercermin dari putusan MK yang pernah menyatakan secara keseluruhan UU tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, padahal UU tersebut tidak dimohonkan secara keseluruhan untuk dibatalkan. MK bertindak sebagai positif legislator dengan memerintahkan pembentuk UU untuk menyusun UU yang dianggab bertentangan dengan UUD 1945.
MK juga pernah membuat sendiri norma hukum sebagai satu regulasi menggantikan satu norma yang telah dibentuk oleh UU. Pada bagian lain ditemukan fakta putusan hakim konstitusi bertindak diatas lembaga lain yang ditugaskan melaksanakan tugas kenegaraan, seperti membatalkan hasil Pilkada dengan menentukan sendiri kepala daerah terpilih. Padahal kewenangan pemilihan kepala daerah merupakan tugas Komisi Pemilihan Umum.
Dalam rapat tersebut anggota Baleg dari FPAN Ahmad Rubaei menyampaikan interupsi terkait pasal 34 ayat 3 yang mengatur proses pengumuman dimulainya persidangan. “Dalam ayat ini ada kata yang hilang, perlu ditambahkan kata atau setelah dan, karena implikasinya sangat besar. Saya mempertimbangkan pasal ini sebenarnya membangun transparansi di masyarakat. Tapi melihat kemampuan APBN sekirannya pasal ini tidak ditambah atau akan menimbulkan dampak yang sangat luar biasa dalam penggunaan apbn, terutama kemampuan negara dalam membiayai,” ujarnya.
Pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso akhirnya mengambil inisiatif untuk melaksanakan lobi yang melibatkan pimpinan Baleg dan pemerintah. Hasilnya usulan Ahmad Rubaei dapat diterima, sehingga pasal 34 ayat 3 disepakati menjadi ; Pengumuman sebagai mana yang dimaksud pada ayat 2 dilakukan dengan menempelkannya pada papan pengumuman yang khusus dibuat untuk itu dan/atau melalui media elektronik. “Ada penjelasan media elektronik yang dimaksud adalah website Mahkamah Konstitusi,” tambah Priyo saat mengumumkan hasil lobi.
Sementara itu dalam sambutannya Menkumham Patrialis Akbar yang bicara mewakili Presiden menegaskan revisi UU nomor 24 tahun 2003 merupakan bagian dari kebijakan politik hukum nasional yang menempatkan MK sebagai guardian of constitution dan the guardian of human right.
Harapannya dapat memperkuat peran MK sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam rangka menegakkan prinspip-prinsip negara hukum maupun mewujudkan demokrasi dan HAM sebagaimana diamatkan UUD. “Ketentuan dalam undang-undang ini agar MK bekerja lebih terarah. Peran MK sangat strategis, sebagai peradilan konstitusi, peradilan politik dan sekaligus peradilan ketatanegaraan,” demikian Patrialis. (iky)/foto:iw/parle.