Optimalisasi Pengelolaan Aset, Guna Ungkit Pendapatan Negara
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin. Foto :Arief/Man
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (14/7/2020) lalu. LHP tersebut mencatat kenaikan saldo aset Pemerintah hingga mencapai Rp 10.467,53 triliun per 31 Desember 2019, yang disebabkan koreksi nilai wajar Aset Tetap sebesar Rp 4.113,21 triliun berdasarkan hasil revaluasi Barang Milik Negara (BMN). Atas kenaikan itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mendorong optimalisasi pengelolaan BMN guna mengungkit kinerja penerimaan negara pada triwulan-III dan triwulan-IV tahun ini.
“Pemanfaatan aset negara dalam rangka penanganan pandemi sudah terbukti bermanfaat, mulai dari pengalihfungsian Wisma Atlet Kemayoran menjadi Rumah Sakit Darurat Covid-19, penggunaan Asrama Haji Pondok Gede menjadi lokasi karantina, hingga menyerahkan ribuan masker sitaan Ditjen Bea Cukai kepada BNPB. Namun, yang perlu kita dorong lebih jauh adalah bagaimana pengelolaan aset, khususnya BMN, agar dapat berkontribusi pada peningkatan penerimaan negara tahun ini, mengingat kinerja pendapatan APBN tertekan akibat pandemi,” kata Puteri melalu keterangan tertulisnya, Senin (20/7/2020).
Kontribusi pemanfaatan BMN terhadap penerimaan negara, lanjut Puteri, dapat tercermin melalui pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PBNP). Kementerian Keuangan mencatat penurunan realisasi PNBP pada semester I 2020 menjadi negatif 11,8 persen (yoy). Sementara, realisasi pendapatan pos PNBP lainnya, yang mencakup penerimaan dari pengelolaan BMN, tetap mencatat pertumbuhan positif senilai 9,9 persen (yoy). Namun, data realisasi pos PNBP atas pengelolaan BMN selama tiga tahun terakhir terus menunjukkan peningkatan secara signifikan, yaitu sebesar Rp 266,2 miliar pada tahun 2017, Rp 339,6 miliar pada tahun 2018, dan Rp 551,2 miliar pada tahun 2019.
“Jumlah pendapatan negara yang diperoleh dari pengelolaan BMN dapat dikatakan masih rendah, tetapi bukan berarti tidak potensial. Justru, besarnya nilai total aset negara perlu dioptimalkan lagi pemanfaatannya untuk menambah pendapatan negara hingga akhir tahun ini. Salah satu langkah adalah dengan meningkatkan kinerja Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang memang bertugas untuk menghasilkan manfaat finansial dari aset negara yang dikelola,” ujar politisi muda Partai Golkar tersebut.
Sebagai informasi, LMAN merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kementerian Keuangan, dengan mandat untuk melaksanakan pengelolaan properti negara, jasa konsultasi, dan pendanaan lahan untuk pembangunan infrastruktur strategis nasional. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI, Rabu (15/7/2020) lalu, LMAN menyampaikan bahwa aset yang dikelola pada tahun 2020 adalah senilai Rp 14,36 triliun yang tersebar di seluruh Indonesia.
Untuk itu, legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VII itu mendorong LMAN untuk semakin meningkatkan kinerjanya, terutama dengan memanfaatkan perluasan skema pengelolaan aset negara yang baru saja diperbarui melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
“Selama tiga tahun terakhir, LMAN telah mencatat kinerja produktif yang ditunjukkan dengan realisasi pendapatan yang terus mengalami pertumbuhan dan selalu melebihi target. Selanjutnya, LMAN harus mampu memastikan bahwa aset negara yang dikelola memiliki nilai tambah yang berkelanjutan dan memberi manfaat bagi kepentingan publik. Misalnya, dengan melaksanakan skema pemanfaatan BMN yang baru diterbitkan, yaitu Kerja Sama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur,” urai Puteri.
Skema konsesi melalui Kerja Sama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur, atau Limited Concession Schemes (LCS), memungkinkan pemerintah untuk mengelola BMN dengan berkelanjutan sehingga dapat menyumbangkan PNBP dengan optimal setiap tahunnya.
Oleh karenanya, Puteri meminta pemerintah agar segera menginventaris BMN mana yang dapat dikelola dengan skema LCS dan mengkaji optimalisasi pendapatan negara yang akan diperoleh dari kerja sama tersebut. Dengan demikian, langkah tersebut diharapkan turut menjadi alternatif sumber penerimaan negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tertekan pandemi. (alw/sf)