Bangsa Indonesia Harus Optimis Hari Esok Akan Lebih Baik
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto : Azka/Man
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, selama 75 tahun merdeka, bangsa Indonesia telah melalui pasang surut dinamika berbangsa dan bernegara, dan pada akhirnya Indonesia bisa melalui semua itu dengan selamat hingga hari ini. Karena itu, Ia meyakini, bangsa Indonesia layak optimis bahwa musibah Covid-19 dan resesi ekonomi yang mengikutinya, dapat dihadapi dan selesaikan dengan baik.
“InsyaAllah selama akal dan jiwa bangsa ini masih kuat, kita akan dapat melalui musibah tersebut dengan selamat. Karena kita adalah bangsa pejuang. Bangsa yang optimistik," ujar Mulyanto usai mengikuti upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia secara virtual, Senin, (17/8/2020).
Dalam siaran persnya, Mulyanto mengatakan, ini harus dijadikan momentum membangun dan memupuk rasa persatuan, kebersamaan serta semangat mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. “Dalam kondisi prihatin seperti sekarang ini, peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 harus dijadikan momentum membangun rasa persatuan, kebersamaan dan semangat mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik,” ujar Mulyanto.
Politisi Fraksi PKS ini mengajak seluruh komponen masyarakat dan bangsa saling bekerjasama mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi, mulai dari masalah pandemi Covid-19 yang sudah menelan korban 5.600 jiwa, hingga masalah kontraksi ekonomi yang saat ini tumbuh negatif 5,3 persen serta ancaman resesi ekonomi.
Ia juga meminta pemerintah lebih peduli untuk mengokohkan rasa kebersamaan dalam masyarakat, sebagai modal utama bangsa ini mengatasi berbagai tantangan yang ada. Diakui atau tidak, saat ini masyarakat kita tengah terbelah, sebagai ekses dari pemilihan presiden (pilpres) yang lalu. Karenanya di hari kemerdekaan ini, pemerintah seharusnya menciptakan suasana kerukunan, kedamaian dan rasa persatuan. Bukan malah mempertajam perbedaan dengan membiarkan keberadaan buzzer-buzzer media sosial yang memprovokasi masyarakat.
Untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan tersebut pihaknya mengingatkan Pemerintah untuk lebih menjaga keseimbangan pembangunan, baik dalam aspek spiritual maupun material, seperti yang diamanahkan para pendiri bangsa (founding fathers). Menurut Bung Hatta, lanjutnya, sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) dan sila kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) mencerminkan aspek spiritualitas itu. Sementara sila ketiga, sila keempat dan sila kelima mencerminkan aspek materialitasnya.
Aspek spirtualitas ini akan menyinari pembangunan aspek materialnya. Bahkan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi ruh bagi sila-sila lainnya. Ini sesuai dengan syair dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya, yakni ‘bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya’.
Mulyanto memaparkan, dalam syair lagu itu, ‘jiwa’ disebut lebih dahulu dari ‘badan’. Dengan arti yang perlu dibangun pertama kali adalah aspek spiritualitas bangsa ini, agar kokoh untuk kemudian menjadi landasan dalam membangun peradaban material Indonesia yang maju, unggul dan bermartabat.
“Karenanya kita bersyukur dengan predikat bahwa masyarakat Indonesia adalah bangsa yang relijius, bangsa yang beriman dan bertakwa. Dan memang demikianlah fakta sosialnya. Salah satu indikator bahwa akal-jiwa bangsa ini masih sehat, dan kita layak optimis dapat kita lihat dari bagaimana sikap penolakan masyarakat luas terhadap RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) ataupun RUU BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) akhir-akhir ini,” ungkapnya.
Artinya, tambah Mulyanto, masyarakat sudah sangat peka dan sigap membela manakala aspek spiritualitas-ideologis mereka terganggu. Berbagai organisasi keagamaan, purnawirawan TNI-Polri, pemuda dan daerah memperlihatkan sikap penolakan tersebut.
Begitu pula terkait dengan rasa kemanusiaan, yang dicerminkan dengan sikap saling tolong-menolong kesetiakawanan sosial dalam menganggulangi wabah Covid-19 dapat dilihat dari tingkat terendah seperti RT, RW, dusun, dan desa. Fenomena ini tentu membahagiakan dan membuat kita damai. “Ini sekedar contoh yang menunjukkan, bahwa akal dan jiwa bangsa ini masih sehat dan kokoh," pungkasnya. (ayu/es)