Kemandirian Pangan Diabaikan oleh Pemerintah
Anggota DPR Komisi IV Ma'mur Hasanuddin mengatakan,perhatian pemerintah terhadap kemandirian pangan bukan menjadi sebuah program utama dari pemerintah sekarang ini.
"total nilai impor pangan Indonesia senilai US$5,36 miliar atau setara dengan 45 Triliun sepanjang Januari hingga Juni tahun 2011 masih akan terus merangkak naik hingga akhir tahun jika sumber munculnya kebijakan impor ini tidak di padamkan,"jelas politisi dari PKS ini.
Menurutnya, saat ini pemerintah berpersepsi yang penting stok cukup, tanpa peduli dari mana stok tersebut di dapat. Indonesia, lanjutnya, hingga saat ini telah melakukan impor atas 28 komoditi pangan yakni beras, jagung, kedelai, gandum, terigu, gula pasir, gula tebu, daging sapi, daging ayam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, telur, kelapa, kelapa sawit, lada, teh, kopi, cengkeh, kakao dan cabai.
Ma'mur menilai, perilaku impor yang di fasilitasi negara ini seolah-olah mengarahkan bangsa ini menjadi bangsa pemakan tanpa mesti melakukan produksi yang dapat memenuhi kebutuhan untuk dalam negeri sendiri.
Semua komoditi pangan yang telah diimpor, menurut Ma'mur, dapat dikembangkan di Indonesia secara mandiri tanpa harus mengandalkan produk dari luar. “Semua produk pangan yang di impor ini dapat tumbuh dan berkembang pesat di Indonesia, tapi anehnya pemerintah kok malah impor-impor terus,”keluhnya.
Dia menambahkan, persoalan juga terkait masalah garam, dimana komoditi ini dapat mendukung industri pangan nasional, dan masih terlihat adanya mafia di kementerian perdagangan
“Mafia impor di negeri ini bukan hanya garam, hampir semua produk panganpun dapat di indikasikan ada mafianya, buktinya, begitu mudahnya aturan dibuat, melarang impor tidak lama kemudian melanggar kebijakan impor yang telah dibuat. Yang paling nyata, 28 komoditas pangan ini beredar bebas di negara ini,”jelasnya
Untuk menyelesaikan hantu impor yang terus berkeliaran di negeri ini, Ma'mur Hasanuddin yang juga anggota panja RUU Pangan ini meminta dengan tegas kepada presiden untuk memadamkan sumber impor pangan tersebut, dengan mengganti menteri perdagangan dengan orang yang berpihak kepada sumberdaya lokal terutama produk pertanian dan peternakan.
“Sumber utama hantu impor ini ada di menteri Perdagangan, Presiden sebaiknya mengganti menteri satu ini dengan orang yang berpihak kepada petani lokal, sehingga tidak seenaknya mengeluarkan kebijakan impor dengan alasan yang penting stok aman,"tegasnya. (si)