DPR Nilai Target PNBP 2012 Terlalu Rendah

08-09-2011 / KOMISI XI

DPR menilai target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2012 yang direncanakan mencapai Rp 272,7 triliun masih terlalu rendah.

“PNBP hanya berkontribusi sekitar 21% dari total pendapatan negara dan hibah. Hal ini mengindikasikan bahwa PNBP yang terdiri dari Penerimaan SDA, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, PNBP Lainnya, dan Pendapatan BLU secara umum belum optimal. Target penerimaan ini perlu ditingkatkan,”papar Kemal di DPR, baru-baru ini.

Untuk meningkatkan Penerimaan SDA Migas dan Pertambanganmenurut Kemal pemerintah harus serius melakukan renegosiasi kontrak migas dan pertambangan yang adasebagaimana sudah direncanakan. Yang mencakup 118 Kontrak Karya pertambangan nasional, terdiri dari 76 perjanjian karya pengusahaan penambangan batu bara (PKP2B) dan 42 kontrak karya industri mineral.

Selain itu terdapat sekitar 8.000 izin usaha pertambangan (IUP) atau kuasa pertambangan (KP) yang sebenarnya juga perlu dikaji ulang. “Audit penentuan cost recovery dan peningkatan governance perusahaan kontraktor dan pengelola migas juga sangat mendesak,”jelas Kemal.

Menurut eks Direktur Pricewaterhousecooper, pemerintah perlu melakukan audit kinerja terhadap BP Migas dan kontraktor migas serta melakukan real-time monitoring terhadap lifting minyak nasional dalam rangka mengoptimalkan penerimaan SDA. “Pemerintah juga perlu melakukan upaya serius untuk mengolah minyak bagian pemerintah di kilang-kilang dalam negeri. Sehingga nilai tambah sektor migas dapat optimal bagi perekonomian domestik,”tegasnya.

Kemal juga meminta pemerintah memperhatikan dengan serius antara upaya menaikkan PNBP dari SDA dengan upaya ketahanan energi. “Kami memandang bahwa sumber energi alternatif-strategis seperti gas dan batu bara tidak bisa hanya diperlakukan sebagai komoditas an sich sehingga dijadikan cash cow jangka pendek melalui ekspor.

Hal ini akan berimplikasi pada cadangan nasional yang semakin cepat habis dan mengancam ketahanan energi nasional. Kita juga harus memikirkan ketahanan energi jangka panjang, sebagaimana telah dilakukan China dan India”, tambahnya.

Anggota DPR dari FPKS ini juga menilai bahwa Penerimaan SDA Nonmigas–Kehutanan, Perikanan dan Panas Bumi yang ditargetkan kurang dari Rp4 triliun masih sangat kecil. Padahal sektor ini memiliki potensi yang sangat besar jika dikelola dengan baik. “Untuk sektor ini juga harus dilakukan reformasi secara fundamental. Terkait rendahnya penerimaan SDA-Kehutanan, perlu dilakukan review terkait dengan konsesi-konsesi yang telah diberikan pemerintah untuk berbagai perusahaan yang memanfaatkan hutan. Pemanfaatan lahan hutan juga harus memberikan keuntungan yang optimal bagi Negara dan rakyat, serta tetap megedepankan pengelolaan yang berwawasan konservasi lingkungan”, imbuhnya.

Sedangkan untuk peningkatan penerimaan SDA Perikanan dan Kelautan yang ditargetkan hanya sekitar Rp 200 milyar juga sangat rendahUntuk meningkatkan penerimaan sektor ini menurutnya mensyaratkan pengembangan industri maritim secara terintegrasi secara hulu dan hilirnya yang mencakup industri perikanan, transportasi, pertambangan laut, industri produk olahan hasil laut, wisata bahari, riset maritim. “Sebagai negara kepulauan yang terbesar dan dengan garis pantai yang sangat panjang, kalau kita kembangkan industri bahari dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya akan luar biasa. Kita bisa ekspor garam, bukan impor garam seperti sekarang. Dan bahkan kita bisa ekspor hasil produk olahan perikanan dengan value yang tinggi,” tandasnya.

Untuk meningkatkan PNBP dari BUMN, Menurutnya, paradigma pengembangan dan pengelolaan BUMN kedepan perlu mengutamakan dampak ekonominya, bukan sekedar paradigma penarikan dividen. Untuk itu menurutnya perlu diberikan ruang agar pertumbuhan asset dan modal BUMN sebagai korporasi bisa tumbuh dan mampu berkompetisi secara efisien dengan perusahaan lainnya. "Pengembangan modal BUMN harus diperhatikan, sehingga dengan modal tersebut akan meleverage pembesaran asset dan skala ekonominya, sehingga dapat bersaing dengan Korporasi dari BUMN tetangga, seperti Temasek, Kazanah,"paparnya.

“Pengelolaan BUMN harus mengarah sebagai korporasi modern. Untuk itu pembenahan manajemen dan budaya perusahaan harus menjadi prioritas. Penempatan Direktur dan Komisaris harus professional. Jangan disandera kepentingan politik jangka pendek. Kita berharap BUMN benar-benar menjadi world class company dan akhirnya dapat berkontribusi optimal bagi Negara baik melalui dampak ekonomi, pajak dan juga setoran dividen sebagai PNBP,”tambahnya. (si)

BERITA TERKAIT
Komisi XI Setujui Realokasi & Refocusing Anggaran BS LPS, Demi Penguatan Fungsi Supervisi
03-02-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (BS LPS), Komisi...
Komisi XI Dukung Evaluasi Program Strategis Nasional, Dorong Peran Swasta
01-02-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Karawang - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi H. Amro, menegaskan perlunya evaluasi terhadap Program Strategis Nasional (PSN)...
Komisi XI Dukung Efisiensi Anggaran APBN, Maksimalkan Ruang Fiskal
01-02-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, karawang - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi H. Amro, menegaskan bahwa efisiensi anggaran menjadi kewajiban bagi pemerintah...
Keamanan Uang Rupiah Harus Ditingkatkan, Demi Cegah Uang Palsu Beredar
01-02-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Karawang - Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin, menegaskan pentingnya peningkatan keamanan uang rupiah guna mencegah peredaran...