UU ASN Belum Jelaskan Manajemen Kepegawaian PNS dan PPPK
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal. Foto : Erlangga/Man
Saat membacakan Penjelasan DPR RI terkait materi muatan RUU Perubahan atas UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menpan-RB, Menkeu, Mendagri, dan Menkumham, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal mengatakan, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN secara filosofis, sosiologis, dan yuridis ternyata memiliki banyak persoalan yang justru menjauhkan negara dari tujuan hukum itu sendiri.
“Undang-Undang ASN ternyata tidak berpihak kepada cita-cita nasional yang tertuang didalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi tujuan dari negara hukum itu sendiri. Undang-Undang ASN telah melakukan perubahan mendasar dalam pengaturan tentang pegawai aparatur sipil negara, yang selanjutnya disebut pegawai ASN,” kata Syamsurizal di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/1/2021).
Ia menyebutkan, beberapa perubahan tersebut antara lain yaitu mengenai pembagian manajemen kepegawaian ASN. “UU ASN tidak hanya mengenal pegawai pemerintah sebagai pegawai tetap yaitu PNS, akan tetapi juga mulai memperkenalkan sebuah sistem kepegawaian baru berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak yaitu PPPK,” jelasnya.
Namun demikian, sambung Syamsurizal, UU ASN sama sekali tidak menjelaskan alasan dan kriteria mengenai pembagian manajemen kepegawaian menjadi manajemen PNS dan PPPK. Seharusnya terdapat pembedaan berdasarkan sifat dan jenis pekerjaan jika dikaitkan dengan pasal 59 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap atau bersifat sementara.
Ia menjelaskan, sifat kesementaraan tersebut diperjelas dengan adanya batas waktu bagi pegawai kontrak. Pasal 59 ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam hal ini mengatur bahwa perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
“Dengan demikian seseorang hanya dapat menjadi pegawai kontrak untuk masa keseluruhan paling lama 3 tahun. Batas waktu 3 tahun inilah yang menjadi ukuran dari sifat kesementaraan sebuah pekerjaan. Sehingga apabila sebuah pekerjaan dianggap tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 3 tahun maka pekerjaan itu menjadi bersifat tetap, karena UU ASN tidak memberikan jenis dan sifat pekerjaan bagi PPPK,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama Syamsurizal juga menyampaikan, negara berdasarkan aturan hukum tidak hanya memiliki tanggungjawab menjaga ketertiban, tetapi lebih dari itu adalah mencapai tujuan nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam perspektif hak asasi manusia, lanjutnya, setiap manusia berhak atas pekerjaan, penghidupan yang layak, dihargai dan diperlakukan secara adil dalam kehidupan mereka. Karena manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki hak asasi yang harus dihormati oleh siapa saja sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28 (d) UUD negara RI tahun 1945.
“Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta pengakuan yang sama dihadapan hukum. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja,” paparnya. (dep/sf)