RUU EBT Ditargetkan Rampung Tahun 2021

05-02-2021 / KOMISI VII
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno dalam Focus Group Discusion (FGD) tentang RUU EBT, kerja sama Komisi VII DPR RI dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB), di IPB Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/2/2021). Foto : Runi/Man

 

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menilai pentingnya penyusunan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). Pasalnya RUU EBT memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Dimana pemerintah menargetkan bauran EBT mencapai 23 persen pada tahun 2025, namun pada tahun 2020 bauran energi masih tergolong rendah, hanya 11 persen dimana masih cukup jauh dari target.

 

Eddy mengungkapkan hal tersebut dalam Focus Group Discusion (FGD) tentang RUU EBT, kerja sama Komisi VII DPR RI dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB), di IPB Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/2/2021). Turut hadir dalam FGD tersebut, Rektor IPB, Dirjen EBTKE, PLN, Asosiasi Pengusaha Hutan, serta lembaga-lembaga riset dan kajian dari IPB.

 

“Ke depanya kita tidak bisa selalu mengandalkan energi berbasis fosil saja, yang kita ketahui energi fosil dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan pada akhirnya energi fosil pun akan habis karena keterbatasannya. Sementara kita masih memiliki energi baru dan terbarukan yang terlalu besar, yang belum terkelola hingga saat ini. Maka dari itu, (potensi EBT) kita perlu kelola dan dimanfaatkan sebaik mungkin,” jelas Eddy.

 

Politisi PAN itu menambahkan, penyelesaian RUU EBT adalah salah satu tanggung jawab Komisi VII DPR RI. “Saya inginkan RUU EBT segera terselesaikan, dimana target pada bulan Juni 2021 sudah bisa kita selesaikan pembicaraan tahap satu. Kita harus menyelesaikan RUU EBT, selain meningkatkan bauran energi, kita juga bisa memelihara lingkungan hidup, yang merupakan salah satu tujuan dibuatnya RUU EBT ini,” pungkasnya.

 

Eddy mengaku menerima banyak masukan dalam FGD bersama para pakar tersebut. “Saya berharap masukan-masukan yang sangat baik yang kita terima pada hari ini dari para pelaku yang betul-betul mengetahui secara akademis dan juga secara terapan, bagaimana potensi (EBT) yang bisa kita kelola secara langsung, bisa menambah ataupun memperkuat proses untuk merampungkan Undang-Undang yang saat ini Komisi VII DPR RI sedang godok. Bisa menghasilkan Undang-Undang yang betul betul bisa merangkul sektor secara seutuhnya, menfasilitasi pengembangan sektor energi baru terbarukan di Indonesia,” papar Eddy.

 

Dalam FGD juga terungkap sejumlah potensi EBT. “Kita banyak mendapatkan masukan yang sangat penting dari pakar di bidang energi, seberapa besar potensi dari energi terbarukan yang ada di Indonesia. Di mana hasilnya sudah ada di depan mata, bisa langsung kita kelola. Contohnya seperti tenaga surya, biomassa, dan juga tanaman-tanaman lainnya yang dapat dikelola menjadi energi terbarukan,” tandas legislator dapil Jabar III itu.

 

Di tempat yang sama, Rektor IPB Bogor Arif Satria mengapresiasi Komisi VII DPR RI yang mempercepat proses pembahasan UU EBT, karena UU ini sangatlah penting. Arif menambahkan, naskah akademik yang menjadi latar belakang dari pembahasan sebuah UU itu sangat penting untuk dilaksanakan, semaksimal mungkin diharapkan bisa mengakomodasi basis spesifik, sehingga pasal per pasal dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

 

“Salah satu kedaulatan bangsa ini adalah pangan dan juga energi. Kalau kita berbicara pada pangan, pasti bersanding dengan energi. Kedaulatan bangsa kita perlu terus memperkuat kedaulatan energi yang berbasis pada sumber daya local. Oleh karena itu gagasan pembahasan RUU EBT bisa berbasis pada sumber daya lokal ini adalah upaya yang sangat strategis agar kita memiliki kemandirian,” jelas Arif.

 

Arif menambahkan, saat ini pihaknya sudah merintis riset yang berkaitan dengan biomassa. “Banyak profil alternatif yang bisa kita gali yang berbasis pada biomasa di darat maupun perairan. Bahkan inovasi biomaterial di IPB University sudah masuk pada industri pertahanan, seperti rompi anti peluru dari limbah sawit,” paparnya.

 

Meski demikian, ia menilai perlu adanya dukungan kebijakan fiskal yang memadai. Dalam jangka pendek, EBT bisa jadi akan lebih mahal dibanding energi fosil. Dengan dukungan riset, untuk jangka panjang Indonesia bisa menghasilkan energi baru dan terbarukan dengan biaya yang jauh lebih murah, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. (rni/sf)

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...