Komisi III mempertanyakan Pemanggilan KPK
Pimpinan Komisi III DPR mempertanyakan pemanggilan KPK terhadap pimpinan Bangar DPR RI. "KPK kalau bisa menjelaskan secara terbuka pemanggilan Bangar itu dalam kapasitas pribadi atau pimpinan,"kata Ketua Komisi III DPR Benny K Harman saat Rapat Konsultasi di Gedung Nusantara III, Senin, (3/10).
Menurutnya, pemanggilan KPK tersebut terkesan tidak ada kejelasan bahkan membingungkan publik. Oleh sebab itu KPK tidak salah menjelaskan sedetailnya kepada publik apakah ditujukan kepada pimpinannya atau pribadi. "Pimpinan komisi III mendukung apabila dipanggil secara pribadi karena semuanya tidak kebal dihadapan hukum,"Katanya
Dia menambahkan, Pimpinan Komisi III mengharapkan pemanggilan maupun proses hukum yang dilakukan KPK dilaksanakan tanpa menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang tidak perlu. "Hal ini dapat dicegah dengan ketentuan yang jelas sesuai SOP yang ada,"paparnya.
Benny menilai, acap kali hasil pemeriksaan KPK terhadap pejabat publik yang jadi saksi korupsi menjadi agenda politisasi KPK. "Ini tidak produktif dalam memberanras KKN. pada prinsipnya, Pimpinan Komisi III DPR mendukung sungguh-sungguh KPK dalam memberantas KKN, kesan politisasi jangan dilakukan kita semua tahu setiap ada pemeriksaan gampang sekali diketahui oleh masyarakat,"tandasnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin mempertanyakan kinerja KPK mengapa saat kasus Kemenakertrans terkesan reaktif karena itu kita perlu klasifikasi yang jelas dari KPK. "Jangan sampai ini menjadi upaya mengalihkan isu semata,"paparnya.
Azis melanjutkan mengapa Kasus wisma atlet tidak segencar kasus Kemenakertrans. "Sikon yang ada di badan anggaran ini, apabila di kemudian hari dipanggil serempak seperti itu, dapat menganggu proses pengambilan keputusan nantinya apabila memang dibutuhkan voting,"terangnya.
Menurutnya, Komisi III DPR tidak pernah menghambat proses hukum yang dilakukan oleh KPK namun tidak pengaturan teknis pemanggilan saja. "KPKpun kalau dipanggil DPR pernah tidak hadir karena itu kita panggil kembali,"paparnya.
Wakil Ketua Fahri Hamzah mengatakan, didalam UU Keuangan Negara waktu pembahasan APBN memang kurang dari sebulan karena itu pembahasan harus maraton. "Pimpinan bangar itu kolektif akhirnya harus dijelaskan maksud dan tujuan pemanggilannya. Kalau orang bangar ini dipanggil terus menerus maka dewan harus mengambil keputusan cepat bahwa orang itu harus diganti,"kata Fahri.
Fahri juga mempertanyakan mengenai Pemanggilan kolektif tersebut dihadapan rapat konsultasi antara KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. "Itu maknanya apa, apakah kolektif kelembagaan atau individual. Intinya teman bangar itu akhirnya berdiskusi hingga akhirnya mereka menetapkan itu terkait kewenangan Bangar,"ungkapnya.
Menurutnya, dua hal ini merupakan titik awal dalam menjawab persoalan tersebut. "pimpinan KPK harus menjelaskan begitu juga pimpinan DPR. Dewan sebagai lembaga pengawas juga boleh mengetahui alasan pemanggilan-pemanggilan pimpinan Bangar,"tandasnya. (si)/foto:iw/parle.