Bappenas Perlu Perkuat Kebijakan Sektoral Guna Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto. Foto: Arief/nvl
Komisi XI DPR RI mendorong Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) agar memperkuat kebijakan-kebijakan sektoral kementerian dan lembaga untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sisi produksi, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto saat membacakan kesimpulan rapat kerja antara Komisi XI dengan Kementerian PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa beserta jajaran yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (17/3/2021).
"Komisi XI DPR mendukung upaya peningkatan kinerja Pembangunan Nasional Tahun Anggaran 2021. Selanjutnya, Menteri PPN/Kepala BAPPENAS perlu mengoptimalkan fungsi pengendalian dan evaluasi pembangunan nasional untuk mengefisienkan dan mengefektifkan kualitas belanja Kementerian/Lembaga pada APBN Tahun Anggaran 2021, sehingga dapat mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi nasional," kata Politisi Senior Fraksi Golkar itu.
Hadir dalam rapat tersebut, Menteri PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan sejumlah tahapan dari target visi Indonesia hingga di tahun 2045 mendatang. Pemerintah sebenarnnya bercita-cita untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan-jebakan negara berpendapatan rendah (middle income trap) pada 2045, tetapi hal tersebut mustahil dicapai jika pertumbuhan ekonomi hanya mampu melaju di kisaran 5 persen.
Sebab jika Indonesia ingin lolos dari middle income trap dan naik menjadi negara maju, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia setidaknya harus mencapai 7 persen mulai tahun 2022 atau sudah melewati batas 12.535 dollar AS per kapita. Dengan begitu, Indonesia akan bisa membebaskan dari middle income trap pada 2036. Pada saat itu, realisasi angka pengangguran bisa menurun dan diproyeksikan tinggal 7 juta orang pada 2024.
"Apabila sampai 2036 rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional bisa berada di angka 6 persen, maka setidaknya Indonesia sudah masuk di dalam kategori negara perekonomian tinggi dengan tingkat pendapatan yang dinilai telah lulus dari middle income trap. Tapi karena ada pandemi Covid-19 dan melihat dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, maka tentu ada hal-hal yang harus dikoreksi kembali," kata Suharso.
Sejumlah program prioritas nasional telah disiapkan Bappenas. Salah satunya dengan melakukan reformasi sistem perlindungan sosial. Reformasi dilakukan dengan melakukan transformasi data menuju registrasi sosial-ekonomi, pengembangan skema perlindungan sosial adaptif, digitalisasi penyaluran, reformasi skema pembiayaan, pengembangan mekanisme distribusi, dan integrasi program.
Selain itu, reformasi di bidang kesehaan juga akan terus dilakukan. Mulai dari pendidikan dan penempatan tenaga kesehatan, penguatan puskesmas, peningkatan rumah sakit dan layanan kesehatan, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan, teknologi informasi, digitalisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Hal terakhir menjadi penting, sebab pandemi Covid-19 diprediksi Bappenas masih akan terus berlanjut pada 2022 mendatang. Suharso mengatakan, saat ini pencegahan wabah tersebut masih belum optimal, di mana screening test, tracing dan tracking masih terbatas. Fasilitas kesehatan dan famalkes, kata Suharso juga belum optimal karena masih ada yang kekurangan alat pelindung diri, ruang isolasi, ruang ICU dan alat test.
"Pencapaian target kesehatan belum optimal, ini terlihat dari bebagai komponen diantaranya tingkat kasus baru TB di Indonesia masih menduduki peringkat 3 dunia, baru 300 kabupaten/kota dengan eliminasi malaria, cakupan imunisasi dasar lengkap hanya 57,9 persen, baru 31,9 persen puskesmas yang terpenuhi 9 jenis nakes, masih ada 12 persen puskesmas tanpa dokter, hingga hanya 12 persen RSUD yang memiliki 7 dokter spesialis," papar Suharso. (alw/es)