Banggar: Jangan Sampai Terlena Pelebaran Defisit Lewati 3 Persen di 2023

10-06-2021 / BADAN ANGGARAN
Anggota Badan Anggaran DPR RI Hamka Baco Kady dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI bersama pemerintah, di Gedung DPR RI. Foto: Runi/nvl

 

Anggota Badan Anggaran DPR RI Hamka Baco Kady meminta pemerintah jangan sampai terlena pada pelebaran defisit melewati 3 persen sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19, khususnya pada tahun 2023.

 

Sebab, kata Hamka dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI bersama pemerintah, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6/2021), UU tersebut memperbolehkan defisit APBN terhadap PDB lebih dari 3 persen dengan syarat hanya tiga tahun. Tahun 2020, dari target 6,34 persen, realisasi defisit sebesar 6,09 persen. Adapun, tahun ini batas maksimum defisit diturunkan menjadi 5,7 persen.

 

“Saya menelusuri satu-persatu ini, sejauh mana (penerimaan perpajakan, red) yang  bisa mendorong sedikit (pendapatan, red). Jangan sampai masa transisi di 2022 ini kita tidak bisa take off, dan kita tidak bisa masuk pada 2023. Walaupun kita sadar juga jangan sampai terlena dengan dimanjakan oleh pelebaran defisit berdasarkan amanah UU yang kita sepakati,” ujar Hamka.

 

Diketahui, pertumbuhan perpajakan tertinggi terjadi pada tahun 2018, sebesar 13 persen, seiring tingginya harga minyak dunia dan komoditas pertambangan lainnya. Namun pada tahun 2019, pertumbuhan perpajakan mengalami perlambatan cukup tajam, yaitu 1,8 persen, atau terendah selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2020, pandemi Covid-19 menekan pertumbuhan penerimaan perpajakan yang mengalami kontraksi 16,9 persen.

 

“Karena itu kita perlu menyisir satu-persatu barangkali, karena (kebijakannya) maju kena mundur kena. Tapi, apapun itu kita perlu menyisir satu persatu untuk mendapatkan penerimaan pajak yang bisa membantu menerima keuangan negara,” papar politisi Partai Golkar tersebut.

 

Ditinjau dari berbagai sektor, khususnya tersier dan sekunder, dalam periode 2016-2019, penerimaan pajak utamanya disumbang dari penerimaan PPh nonmigas (49 persen-46, 1 persen), dan PPN (32,1 persen-34,4 persen). Capaian tersebut pada 2020 mengalami penurunan khususnya di sektor PPh nonmigas, sehingga hanya berkontribusi 43,7 persen, namun tetap pada sektor PPN yang berkontribusi 35 persen. (rdn/sf)

BERITA TERKAIT
Banggar Kasih Solusi Cespleng Antisipasi Risiko Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Apa Saja?
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN...
Pertimbangkan Kondisi Ekonomi, Pemerintah Diberi Ruang Diskresi Batas Atas-Bawah Kenaikan PPN
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI merespon terkait polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi...
Kunjungi Jatim, Banggar Bahas Kenaikan PPN 12%
04-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Surabaya - Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Banggar DPR...
Rapat Banggar DPR Bahas Anggaran 2025 Bersama Tujuh Menko
02-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menggelar rapat kerja dengan tujuh menteri koordinator Kabinet Merah Putih di ruang...