Dyah Roro Esti Dorong Aksi Iklim Menuju Target Nol Emisi Karbon
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti. Foto: Dok/Man
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mendorong adanya aksi iklim secara global guna menuju target nol emisi karbon (net zero emission). Menurut Dyah Roro, dalam keterangan persnya, Sabtu (26/6/2021), target tersebut memerlukan kerja sama dari semua pihak untuk berkomitmen dan bekerja sama mewujudkannya.
“Saya rasa kerja sama kolektif menuju ke arah itu sangat penting sehingga dengan sendirinya akan mengubah cara kita menjalankan bisnis, mendorong ekonomi sirkular dan bagaimana kita dapat memperoleh pertumbuhan ekonomi melalui sistem yang tergolong lebih baik bagi lingkungan," ujar Dyah Roro dalam Tri Hita Karana High-Level Climate Forum bertema “Aligning Climate Action On Road to Net Zero Emission", yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (24/6/2021).
Forum tersebut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan; US Special Presidential Envoy for Climate John Kerry; Managing Director of Development Policy and Partnerships World Bank Mari Pangestu; dan President United Nation Sustainable Development Solutions Network Jeffrey Sachs.
Hadir pula Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif; Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa; Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar; Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong;, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) RI Satya Widya Yudha; dan stakeholder penting lainnya yang memiliki andil dalam climate action di Indonesia.
Dyah Roro juga mengingatkan semua pihak untuk bersama-sama bekerja sama atau gotong royong lintas sektor dan industri serta memastikan semua pihak memiliki visi yang sama untuk mewujudkan target tersebut. Dalam forum ini, Dyah Roro, yang menjadi satu-satunya anggota parlemen yang hadir, mengapresiasi komitmen lintas sektoral dan lembaga terhadap pembangunan keberlanjutan.
Dalam paparannya, politisi Fraksi Partai Golkar ini menekankan perubahan iklim adalah hal yang nyata dengan dampaknya telah dirasakan di penjuru dunia, termasuk Indonesia. "Maka, setiap individu mempunyai peran penting untuk memitigasi fenomena tersebut," ujarnya.
Dyah Roro juga fokus agar Indonesia merealisasikan target Nationally Determined Contributions (NDC), yaitu mengurangi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. Ia mengatakan sektor energi merupakan salah satu kontributor gas rumah kaca terbesar, sehingga Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang tengah dibahas di DPR RI, diharapkan mampu membantu merealisasikan target tersebut.
Menurut legislator dapil Jawa Timur X itu, RUU tersebut akan membantu membuat energi terbarukan lebih kompetitif di pasar energi nasional. RUU itu akan mencakup hal-hal seperti penetapan pajak karbon, skema carbon trading, dan mekanisme insentif lainnya yang diharapkan tidak hanya memudahkan transisi energi untuk memenuhi target NDC termasuk 23 persen energi terbarukan pada 2025, tetapi juga merupakan kesempatan untuk bertransisi ke ekonomi hijau.
"Dengan demikian, juga membuka pintu investasi asing langsung dan pada gilirannya menciptakan peluang pekerjaan baru yang green jobs," tambah Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI itu. Sebagai upaya untuk mendorong transisi energi, Roro Esti turut pula menegaskan peran penting teknologi seperti penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage, baterai untuk kendaraan listrik, hingga teknologi energi terbarukan yang perlu diterapkan di Indonesia.
Adapun target net zero emissions, yang sedang digaungkan dunia, berfokus pada karbon negatif, artinya emisi yang diproduksi manusia bisa diserap sepenuhnya oleh alam, sehingga tak ada yang menguap hingga ke atmosfer. Net zero emission juga menitikberatkan semua emisi gas rumah kaca yang bukan secara alamiah dihasilkan manusia dihentikan produksinya melalui langkah-langkah pengurangan, sehingga dapat mewujudkan sustainability dan iklim yang bersih di bumi.
Hal ini merupakan cita-cita semua negara yang dinegosiasikan lebih dari seperempat abad lalu hingga saat ini di bawah naungan Konvensi Perubahan Iklim PBB (United Nations Convention on Climate Change/UNFCCC). UNFCCC bersidang setiap tahun melalui Committee on Parties (COP) dan pada 2021, COP ke-26 akan diselenggarakan di Glasgow, Inggris Raya. (sf)