Profesi Guru Sudah Mulai Jadi Favorit
Dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru, pilihan kuliah di perguruan tinggi keguruan sering menjadi pilihan kedua, ketiga dan seterusnya. Namun sejalan dengan meningkatnya perhatian terhadap guru, diberlakukannya program sertifikasi, bertambahnya penghasilan dan kesejahteraan, minat untuk menjadi tenaga pendidik cendrung meningkat.
“Saya dapat masukan calon mahasiswa jurusan keguruan dibeberapa perguruan tinggi cendrung naik. Ini karena meningkatnya minat menjadi guru karena kesejahteraannya sudah lebih baik. Tapi guru punya tantangan baru setelah sertifikasi dan peningkatan penghasilan, jangan melupakan tanggung jawab sebagai pendidik,” kata Ketua DPR RI Marzuki Alie saat bicara dalam acara Seminar Nasional dalam rangka HUT PGRI di Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (20/11).
Memasuki usia PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) ke 66 tahun, organisasi profesi ini diminta melakukan intospeksi untuk menemukan solusi bagi beragam persoalan bangsa yang merupakan hasil pendidikan masa lalu. “Bangsa ini memiliki masalah dengan keteladanan, semakin sedikit tokoh yang dapat diteladani. Hasil pendidikan masa lalu yang juga harus jadi perhatian para guru adalah bagaimana mengalahkan musuh terbesar dalam membangun bangsa, yaitu korupsi,” lanjutnya.
Korupsi lanjutnya sudah merasuk ke dalam tatanan bangsa bahkan kepada generasi muda. Dihadapan para guru peserta seminar, Marzuki bercerita tentang pengalamannya memberikan tantangan kepada 30 Organisasi Kepemudaan (OKP) yang akan mengikuti Kongres KNPI yang baru saja berlangsung. “Saya sudah ajak mereka untuk berkongres dengan idealisme, tapi ternyata tidak berhasil dari 30 OKP yang minta restu ternyata yang mampu bertahan hanya 4 OKP saja,” imbuhnya.
Ia berharap para guru dapat mengemban tugas membawa anak bangsa untuk terus berada dijalur yang benar dan membesarkan bangsa ini. “Masing-masing kita punya kewajiban pada bangsa. Saya juga ada, bagaimana membawa DPR menjadi lembaga yang amanah. Banyak kepentingan di DPR itu, tapi saya tidak pernah lelah, tidak pernah menyerah,” papar Marzuki disambut tepuk tangan peserta seminar.
Rangkaian Seminar Nasional dalam rangka menyambut HUT PGRI ini berlangsung tiga hari 19 – 21 Nopember dibeberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah yaitu Cilacap, Banyumas, Tegal, Purbalingga dan Banjarnegara. Gedung PGRI atau Pendopo Kabupaten/Kota tempat pelaksanaan selalu dipenuhi oleh para guru yang sebagian besar datang dengan seragam PGRI. “Kalau menyangkut guru, saya selalu berusaha hadir memenuhi undangan karena tanggung jawab membentuk bangsa ini ada di tangan guru,” kata Ketua DPR yang didaulat mengenakan seragam batik PGRI dalam setiap seminar.
Terima Aspirasi
Dalam sesi tanya jawab Wahyu guru SD Tunas Harapan Hidup Kita, Tegal menyampaikan aspirasi terkait siaran televisi yang tidak mendidik. “Sebagai guru kita telah berupaya mengajarkan perilaku yang baik dan benar kepada anak, namun saya prihatin apa yang telah kita ajarkan itu dirusak oleh tayangan televisi yang tidak mendidik. Saya meminta Ketua DPR memberi perhatian terhadap kondisi ini,” katanya.
Adapula guru yang menyampaikan aspirasi menyangkut tidak transparan dan berlarutnya proses sertifikasi guru. Ansih guru SDN 1 Kranji mengaku belum menerima tunjangan, padahal sudah dinyatakan lulus dari serangkaian ujian sertifikasi tahun 2010 lalu. Sementara Hariyadi Kepala SMP negeri 1 Maos, mempertanyakan komitmen Ketua DPR dalam memberantas korupsi.
Ketua Umum PB. PGRI Sulistyo yang hadir sebagai pembicara menyampaikan masukan terkait rencana pemerintah melakukan moratorium pengangkatan PNS. Ia secara khusus meminta kebijakan itu tidak berlaku pada guru. “Sebaiknya tidak ada moratorium pengangkatan guru. Kami masih minta dicek betul jumlah guru karena laporan kekurangan masih kami terima,” jelasnya. Ia berharap pemerintah dapat memberikan kado pada Hari Guru nanti dengan menetapkan gaji minimal guru non-pns. “Masih ada guru yang dibayar dibawah UMR.”
Menjawab permasalahan itu Marzuki menyebut demokrasi yang berkembang di tanah air memberikan kebebasan kepada media. Namun menurutnya kebebasan itu tidak dilaksanakan dengan bertanggung jawab. Upaya mengawasi media juga sudah dilakukan salah satunya dengan membentuk Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang tersebar diseluruh daerah di tanah air. “Hanya saja anggota KPID digaji setara UMR mana mungkin berdaya menghadapi pelaku industri media. Saya beberapa kali ketemu anggota KPID di Jakarta yang mendapat undangan media televisi besar, semua biaya perjalanan ditanggung,” paparnya.
Politisi Partai Demokrat ini berjanji akan segera menindaklanjuti masukan yang diterimanya. Ia secara khusus akan berkirim surat kepada KPI Pusat. “Saya akan katakan guru kita keberatan dengan beberapa tayangan televisi, dan tembusannya akan disampaikan ke seluruh media,” tandasnya. (iky) foto:ik/parle