Berantas kemiskinan, Parlemen harus gunakan lensa rakyat
Untuk memberantas kemiskinan, para wakil rakyat yang ada di Parlemen harus menggunakan lensa rakyat dalam menghasilkan setiap kebijakan publik. Hal tersebut penting dalam upaya memberantas kemiskinan, terutama untuk memberikan akses yang setara khususnya dalam hal kesehatan dan pendidikan.
Demikian salah satu benang merah yang mengemuka dalam sesi khusus Diskusi Panel MDGs and Eradication of Poverty yang digelar DPR RI bekerjasama dengan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang digelar Jumat (25/11/11) di Operational Room, Gedung DPR RI. Diskusi Panel dengan moderator Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si tersebut diawali dengan opening address dari Menteri Pendidikan Nasional RI M. Nuh; Ketua DPR RI Dr. H. Marzuki Alie; Dirjen UNESCO Mrs. Irina Bokova; dan Wakil Ketua BKSAP DPR RI Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si.
Hadir sebagai pembicara adalah Utusan Khusus Presiden RI untuk Penanggulangan Kemiskinan, Dr HS Dillon; Asisten Bidang Percepatan MDGs dan Sinergi Komunitas Utusan Khusus Presiden untuk MDGs, Diah S Saminarsih; dan UN Regional Representatives in Indonesia El Mostafa Benlamlih. Acara dihadiri berbagai kalangan seperti anggota DPR RI, anggota Kaukus Parlemen untuk perempuan, sejumlah organisasi dan LSM terkait MDGs dan tamu undangan lainnya.
Dalam paparannya, HS Dillon dengan tegas berpesan agar anggota parlemen, baik DPR maupun DPD harus menggunakan lensa rakyat dalam menelurkan setiap kebijakan publik. Dia juga menyampaikan bahwa semua kesenjangan dan kemiskinan yang terjadi saat ini muncul karena pembiaran. “Cara hidup bernegara yang kita jalani saat ini dapat dikatakan mengkhianati Sumpah Pemuda,” urainya.
Terkait dengan upaya pemberantasan kemiskinan tersebut, Diah S Saminarsih menegaskan pentingnya negara untuk berinvestasi kepada manusia (invest in humans). Hal itu yang dilakukan oleh MDGs dengan ke-delapan tujuannya yang menitikberatkan pada pemberdayaan perempuan dan menghilangkan kesenjangan. “Jika dikelompokkan secara umum, maka, target MDGs sebenarnya mencakup aspek besar pendidikan, kesehatan, kerja sama internasional, dan pengelolaan lingkungan hidup guna memberantas kemiskinan,” tandasnya sembari menegaskan bahwa intervensi terhadap perempuan adalah penting mengingat separuh penduduk Indonesia adalah perempuan.
Sementara El Mostafa Benlamlih memaparkan keterkaitan erat antara kemiskinan dan pendidikan melalui sebuah pengalaman seorang Konsultan Jenewa yang bertugas di Malawi tahun 1997. Saat bertugas, konsultan tersebut kehilangan portable computer dan celana jeans. Di pinggir jalan, konsultan tersebut berhasil menemukan komputernya tetapi tidak dengan celana jeans-nya. Padahal, harga portable computer tersebut berada di kisaran US$ 5.000, jauh lebih mahal daripada celana jeans. “Ini menunjukkan bahwa our own knowledge is creating our own opportunity. Untuk itu, pengetahuan yang dimiliki akan membantu dalam bertindak produktif dan bertanggung jawab. Harus ada perubahan paradigma, ketika berbicara MDGs, maka, yang dibicarakan adalah tentang masa depan Indonesia. Bukan sesuatu yang berasal dari Barat,”pesan dia.
Moderator acara, Dr Nurhayati Ali Assegaf, M.Si menyimpulkan penanggulangan kemiskinan memerlukan kesamaan akses dalam berbagai hal seperti kesehatan dan pendidikan. Pendidikan dan pengetahuan sangat penting untuk memahami value dan kesempatan yang ada. “Salah satu bentuk kesadaran baru yang diperlukan adalah kemitraan setara dalam kerangka people driven development. DPR RI juga berkomitmen terhadap pemenuhan MDGs dengan berpihak ke rakyat,” tutupnya. (Parle-BKSAP DPR RI).