Pemerintah Perlu Hati-Hati Ambil Kebijakan Fiskal Berdampak Pelebaran Defisit

06-09-2021 / BADAN ANGGARAN
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Muhammad Aras dalam Rapat Kerja Banggar DPR RI bersama Menteri Keuangan dalam agenda Laporan dan Pengesahan Hasil Panja-Panja Pembahasan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021). Foto: Runi/Man

 

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Muhammad Aras meminta pemerintah perlu hati-hati terhadap kebijakan fiskal yang dapat mengakibatkan pelebaran defisit. Sebab, batas maksimum kebijakan pelebaran defisit APBN maksimal sebesar 6,34 persen dari PDB sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2020, akan berakhir pada tahun 2023.

 

Hal itu disampaikan Aras dalam Rapat Kerja Banggar DPR RI bersama Menteri Keuangan dalam agenda Laporan dan Pengesahan Hasil Panja-Panja Pembahasan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021).

 

“Fraksi PPP mengingatkan bahwa relaksasi berupa pelebaran defisit jangan sampai membuat pemerintah terlena. Karena itu Fraksi PPP meminta pemerintah untuk melakukan langkah hati-hati dan prudent terhadap kebijakan fiskal yang mengakibatkan pelebaran defisit,” jelas Aras.

 

Menurut Aras, kebijakan utang baru yang timbul sebagai bagian dari kebijakan pelebaran defisit tersebut harus sesuai dengan kondisi pasar keuangan agar mendapat pembiayaan yang paling efisien. Karena itu, untuk menekan pelebaran defisit, Aras meminta pemerintah agar mencari sumber-sumber perpajakan baru, meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

 

Bahkan, bila perlu melakukan reformasi kebijakan perpajakan agar sesuai dengan kondisi saat ini. “Di tengah meningkatnya belanja negara terutama dalam menghadapi Covid-19, penerimaan negara perlu ditingkatkan agar defisit tidak semakin melebar,” pesan Anggota Komisi V DPR RI ini.

 

Senada, Anggota Badan Anggaran DPR RI Nasir Djamil menilai defisit di bawah 6,34 persen terhadap PDB lebih karena rendahnya kinerja belanja pemerintah yang hanya mencapai 94,6 persen dari pagu anggaran serta meningkatnya jumlah SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) yang signifikan. “Adanya defisit tersebut, membawa dampak kebijakan, khususnya melalui penerbitan utang, jumlahnya menjadi tidak proporsional,” jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

 

Diketahui, UU Nomor 2 Tahun 2020 memperbolehkan defisit APBN terhadap PDB lebih dari 3 persen dengan syarat hanya tiga tahun. Tahun 2020, dari target 6,34 persen, realisasi defisit sebesar 6,09 persen. Adapun tahun 2021 ini, batas maksimum defisit diturunkan menjadi 5,7 persen. (rdn/sf)

BERITA TERKAIT
Banggar Kasih Solusi Cespleng Antisipasi Risiko Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Apa Saja?
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN...
Pertimbangkan Kondisi Ekonomi, Pemerintah Diberi Ruang Diskresi Batas Atas-Bawah Kenaikan PPN
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI merespon terkait polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi...
Kunjungi Jatim, Banggar Bahas Kenaikan PPN 12%
04-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Surabaya - Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Banggar DPR...
Rapat Banggar DPR Bahas Anggaran 2025 Bersama Tujuh Menko
02-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menggelar rapat kerja dengan tujuh menteri koordinator Kabinet Merah Putih di ruang...