Dewan Pengarah BRIN Dilantik, Legislator Nilai Terbuka Lebar Politisasi Dunia Riset
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: Andri/Man
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai pelantikan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) secara ex-officio sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi titik yang krusial dalam kaitan dengan intervensi ideologi-politik di dunia riset dan inovasi sepanjang sejarah pembangunan riset di Indonesia.
Menurutnya, hal itu dapat membuka politisasi di dunia riset nasional. “Dengan kondisi ini, menurut saya, terbuka lebar peluang politisasi riset. Apalagi Ketua Dewan pengarah BRIN memiliki kewenangan yang lumayan besar, termasuk membentuk satuan tugas khusus," tegas Mulyanto dalam siaran persnya, Rabu (13/10/2021).
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI itu menjelaskan, sebelumnya para ahli sudah minta Presiden agar meninjau ulang kebijakan menjadikan Anggota Dewan Pengarah BPIP secara ex-officio sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. Hal ini sebagai upaya pencegahan politisasi riset di dalam BRIN.
"Ternyata Presiden Joko Widodo tidak memperhatikan masukan para ahli tersebut dan tetap melantik Ketua Dewan Pengarah BRIN dari Dewan Pengarah BPIP. Menurut saya Pemerintah memaksakan diri, karena pembangunan riset dan inovasi terpaut jauh dengan BPIP," jelas Mulyanto.
Legislator dapil Banten III itu menambahkan, jurnal sains terkenal Nature, dalam editorial tanggal pada 8 September 2021 menulis kekhawatiran intevensi politik dalam BRIN, sebagai lembaga baru terpusat (super agency) dengan reorganisasi yang ambisius, namun tidak jelas rencana kinerjanya.
Peringkat inovasi Indonesia dalam laporan Global Innovation Index tahun 2021 (GII) semakin merosot. Posisi Indonesia bertengger pada peringkat ke-87 dari 132 negara. Dari segi skor terus merosot. Faktor yang terutama lemah adalah aspek “kelembagaan” (peringkat ke-107). Bahkan di bawah Vietnam dan Brunei. Indonesia hanya di atas Laos dan Kamboja di kawasan Asean.
Selain itu, Mulyanto juga pesimis konsolidasi kelembagaan berjalan dengan baik, mengingat tugas-fungsi BRIN yang campur aduk sebagai pelaksana sekaligus sebagai penetap kebijakan riset dan inovasi, bahkan juga menjalankan fungsi penyelenggaraan ketenaganukliran (eks BATAN) serta keantariksaan (eks LAPAN). (ayu/sf)