Wakil Ketua DPR RI A. Muhaimin Iskandar foto bersama menghadiri sekaligus membuka Seminar Nasional MKD DPR RI di Jakarta, Selasa (14/12/2021). Foto: Agung/Man

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI saat ini telah mempunyai fungsi yang semakin penting. Menurut Wakil Ketua DPR RI A. Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Gus Muhaimin, Alat Kelengkapan Dewan (AKD) itu menjelma menjadi salah satu jalur yang paling efektif untuk menuntut tanggung jawab anggota parlemen di tengah kompleksitas demokrasi.

“Jika seorang anggota dewan memiliki hak Imunitas, maka MKD ini menjadi satu-satunya instrumen etika politik yang dapat menanggalkan hak imunitas anggota parlemen,” kata Gus Muhaimin saat menghadiri sekaligus membuka Seminar Nasional MKD DPR RI di Jakarta, Selasa (14/12/2021).

Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan (Korkesra) itu menambahkan, MKD juga memiliki tugas menjaga wibawa lembaga parlemen dengan menjaga anggota-anggotanya untuk berperilaku terpuji. Dia berpandangan setidaknya terdapat tiga kata kunci utama untuk menguatkan MKD di era disrupsi ini, yaitu independensi, transparansi, dan inovatif.

“Independensi akan mampu menghindari konflik kepentingan dalam tubuh MKD, transparansi akan melahirkan dua akuntabilitas sekaligus, vertikal dan horizontal, sementara dengan inovasi Lembaga parlemen akan tampil dengan tata nilai baru yang mengikuti perubahan cepat era digital,” papar Gus Muhaimin.

Di sisi lain, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut mengakui bahwa dalam 2 tahun masa pandemi, tampak sekali bahwa resonansi penegakan etika kelembagaan hampir tak terdengar. Seluruh energi dan sumberdaya bangsa tersedot pada orientasi penanganan pandemi.

Namun perlahan tapi pasti, kata dia, saat ini bangsa Indonesia mulai bangkit dan MKD yang berfungsi sebagai penegakan etika kelembagaan harus mampu membangun portofolio dan tata nilai baru menuju parlemen yang bersih dan berwibawa. Gus Muhaimin menambahkan, setidaknya terdapat dua argumentasi kuat mengapa tata nilai dan portofolio baru MKD memiliki peran strategis. 

Pertama, secara posisi, para legislator sangat rentan terhadap kesalahan. Hal ini karena dalam diri mereka melekat kekuasaan yang selalu mengandung kecenderungan untuk disalahgunakan. “Di titik inilah pentingnya sebuah kode etik serta etika parlemen yang mampu menjadi panduan sebagai tata nilai baru dalam demokrasi perwakilan,” tutur legislator dapil Jawa Timur VIII tersebut.

Kedua, sebuah lembaga kontrol, dalam institusi apapun termasuk politik, penting dimiliki untuk menghindari kekuasaan yang absolut pada seseorang atau institusi tertentu. “Sejarah politik dunia juga memberi pembenaran bahwa kekuasaan yang memusat, tanpa landasan etika dan lembaga kontrol cenderung melahirkan sistem politik yang otoriter,” pungkas Gus Muhaimin. (ah/sf)