Komisi II: UU Nomor 25 Tahun 1956 Perlu Penyesuaian
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung berfoto bersama usai memimpin Panja Pembahasan RUU tentang Provinsi. Foto: Ria/nvl
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, saat ini Komisi II DPR RI sedang melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, mengingat UU dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan perubahan ketatanegaraan setelah Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, lanjut Doli, terkait keberadaan Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur melihat dasar hukum pembentukan UU Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur dan UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, perlu dilakukan penyesuaian dengan dinamika legislasi yang berkembang sejak era reformasi.
“Selain itu, kondisi ini juga telah mempertimbangkan perkembangan pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur pembentukan provinsi dan kabupaten/kota, dimana hal ini biasanya diatur di dalam satu undang-undang tersendiri, mengingat daerah memiliki kebutuhan, karakter dan potensinya masing-masing," jelas Doli saat memimpin Panja Pembahasan RUU tentang Provinsi dalam rangka mendapatkan masukan tentang RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, di Kantor Gubernur Provinsi Kalsel, Banjarbaru, Rabu (26/1/2022).
Politisi Partai Golkar tersebut menambahkan, perlu adanya pengaturan yang bersifat penyesuaian terhadap Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang sejalan dan sesuai dengan kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), serta dengan mengacu kepada ketentuan terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Selain untuk mengganti alas hukum terhadap ketiga Provinsi ini, ada beberapa isu penting yang akan diatur di dalam RUU ini di antaranya adalah terkait mengenai posisi, batas, pembagian wilayah; karakteristik provinsi; pola dan arah pembangunan; prioritas pembangunan; perencanaan; personel, aset, dan dokumen; sistem pemerintahan berbasis elektronik; pendanaan; pendapatan dan alokasi dana perimbangan; dan partisipasi masyarakat," jelas legislator dapil Sumatera Utara III tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Roy Rizali Anwar mengatakan, melalui pertemuan ini dapat saling memberikan inspirasi, informasi, dan motivasi dalam memberikan yang terbaik bagi daerah, bangsa dan negara. “Kami memandang RUU tentang Provinsi ini sangat penting, khususnya sebagai landasan pembangunan daerah yang diselenggarakan secara terpola, terencana, terara, menyeluruh dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah NKRI untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Roy menambahkan, ada beberapa aspek penting yang dibahas dalam pertemuan. Salah satunya tentang pembangunan Kalsel sebagai gerbang dan provinsi penyangga ibu kota negara baru yang telah ditetapkan, yaitu Kaltim. “Kami menyadari betapa pentingnya arah perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan daerah saat ini dan ke depan bagi Kalsel, baik terkait kedudukan ibu kota provinsi, maupun pola, arah dan prioritas pembangunan Kalsel,” ungkap Roy menambahkan. (rnm/sf)