DIM RUU DIY DIBAGI DALAM TUJUH KATEGORI

20-05-2009 / KOMISI II
Komisi II DPR RI membagi pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam tujuh kategori. Pembagian ini dimaksudkan untuk memudahkan pembahasan materi sesuai dengan persoalan yang dibahas. Demikian disampaikan Ketua Komisi II E.E. Mangindaan (F-PD) saat memimpin rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan dalam rangka melanjutkan pembahasan DIM RUU dimaksud, Rabu (20/5) di gedung DPR. Tujuh kategori tersebut adalah pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Kepala Daerah), Pertanahan (Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond), hak keuangan dan pendapatan daerah, Peraturan-peraturan, pola hubungan antar lembaga, hubungan antar pemerintahan dan pola hubungan pusat dan daerah. Pembahasan DIM pagi itu masih seputar Ketentuan Umum dan sampai rapat selesai Komisi II bersama Pemerintah berhasil membahas sampai dengan DIM 28. Beberapa DIM yang dibahas masih banyak diperdebatkan dan DIM tersebut ada yang dipending dan ada yang dibawa ke Panja. Salah satu DIM yang diperdebatkan adalah DIM 20 yang berbunyi, Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Parardhya Keistimewaan Yogyakarta. Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Bintang Reformasi menghendaki kata Parardhya dihapus. Sementara Fraksi Partai Amanat Nasional menambahkan kata ada lembaga kesultanan. Alasan F-PDIP menghendaki penghapusan kata Parardhya menurut Eddy Mihati adalah, kamus Jawa kuno Indonesia karya PJ Zoetmulder dan SO Robson menyebutkan, Parardhya memiliki makna jumlah yang paling tinggi. Dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan Kasultanan Yogyakarta, istilah Parardhya muncul terinspirasi dari pengangkatan lima penasihat pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX dengan nama Paniradhya Pati yang beranggotakan 5 orang yang mempunyai tugas setingkat dengan asisten. Dengan demikian, kata Eddy, rasanya tidak tepat menempatkan institusi Parardhya sebagai bagian dari penyelenggaraan urusan pemerintahan DIY dari yang sudah ada yakni Gubernur dan DPRD. Eddy menambahkan, kalau kehadiran Parardhya dimaksudkan sebagai suatu cara mengintroduksi struktur politik baru dalam struktur politik normal yang telah ada di Indonesia, yang akan menjauhkan Sri Sultan dan Paku Alam dari politik sehari-hari, tetapi pada saat yang bersamaan bisa menjadi bagian integral dari seluruh sistem tata pemerintahan dengan kewenangan hak veto, merupakan bentuk anti demokrasi dan otoritatiran baru. Ketika institusi Parardhya dilahirkan dengan kendali Sultan dan Paku Alam, maka DIY pun berpotensi mundur pada konsep monarki absolute. Padahal, kata Eddy, Sultan Hamengku Buwono IX ketika memutuskan bergabung dengan NKRI berusaha membangun kultur demokrasi di Yogyakarta. Hal itu ditunjukkan dengan DIY adalah daerah yang pertama melahirkan DPRD di Indonesia. Selain itu, amanat Sultan Hamengku Buwono IX yaitu Tahta untuk rakyat. Dari konsep-konsep tersebut diharapkan peran dan keberadaan Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman akhirnya juga terus bisa lestari. Terhadap DIM yang berkaitan dengan Parardhya ini, Komisi II dan Pemerintah sepakat dibawa ke Panja. Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta berpendapat DIM ini perlu ada pendalaman lebih jauh. Pemerintah dalam hal ini memandang perlunya ada lembaga khusus yang mengawal keistimewaan. Karena DPRD itu milik rakyat dan tidak cukup hanya DPRD saja. Perda perlu dikawal oleh sebuah lembaga yang dalam hal UU ini adalah Parardhya. “Kita sepakat perlu ada lembaga yang mengawal Perda Keistimewaan,” kata Andi. (tt)
BERITA TERKAIT
Edi Oloan Dorong ATR/BPN Tingkatkan Respons Terhadap Sengketa Tanah
31-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron...
Komisi II Minta Kementerian ATR Segera Selesaikan Masalah Sertifikat dan Konflik Agraria
30-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron...
Ketua Komisi II Minta Transparansi Sertifikat Pagar Laut Tangerang
30-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima informasi bahwa Kejaksaan Agung mulai...
LEMTARI dan MKMTI Laporkan Mafia Tanah, Komisi II Minta ATR/BPN Segera Bertindak
23-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mendengarkan pengaduan masyarakat terkait permasalahan pertanahan dari...