Komisi VII DPR RI Dukung Block Sebuku Bagian Wilayah Sulbar
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memberikan dukungan secara politik bahwa Block Sebuku yang ada di pulau Laria-Lariang, menjadi bagian dari provinsi Sulawesi Barat. “block Sebuku yang berada di wilayah pulau Laria-Lariang yang harus menjadi milik Sulbar dilihat secara historis administrative,” Tegas Wakil Ketua Komisi VII Zainudin Amali selasa (17/4), di Mamuju.
Dalam Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI di Provinsi Sulawesi Barat, hadir ALIMIN ABDULLAH, TOTOK DARYANTO, MUHAMMAD SYAFRUDIN (Fraksi PAN), BOBBY ADHITYO RIZALDI, DITO GANINDUTO (Fraksi Partai Golongan Karya), MARKUM SINGODIMEJO, NAZARUDIN KIEMAS, ISMA YATUN, DARYATMO MARDIYANTO, DEWI ARYANI HILMAN (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), TEUKU IRWAN, SUTAN SUKARNOTOMO (F-PD), MUHAMMAD IDRIS LUTFI, SUGIHONO KARYOSUWONDO (Fraksi PKS), IQBAL ALAN ABDULLAH (Fraksi Partai Hanura), “Kunker Komisi VII ke Sulbar dirancang untuk memperhatikan potensi wilayah ini. Sulbar adalah wilayah yang potensial, khususnya energy dan sumber daya mineral,” katanya.
Focus kepada block Sebuku yang berada di wilayah pulau Laria-Lariang yang harus menjadi milik sulbar, dilihat administrative dan historis. Menurut Zainudin, dari penjelasan Gubernur Sulbar dengan surat mendagri bahwa posisi block Sebuku di Sulbar, sehingga potensi sumber daya yang ada menjadi milik sulbar.
Sulbar yang juga merupakan wilayah NKRI, sehingga tidak semata-mata untuk masyarakat Sulbar. Tetapi prioritas diperuntukan bagaimana mempersejahterakan mawsyarakat Sulbar dimana blok Sebuku itu berada.
Kemudian yang menjadi tugas, tentu harus diformalkan didalam keputusan politik di DPR nanti, sebagai laporan komisi VII memberikan dukungan secara politik bahwa blok sebuku yang berada di pulau Laria-Lariang menjadi bagian dari provinsi Sulbar, kemudian olahan dan lain-lainnya harus terpusat di Sulbar.
Dia menerangkan sebagai contoh soal pipa, hitungan ekonomisnya lebih ekonomis di sulbar jarak 140 km, dibandingkan ditempat lain akan membutuhkan jarak lebih panjang sekitar 300 km lebih. Berkaitan dengan costrecovery. “Prinsipnya adalah sehemat sebesar-besarnya costrecovey, sehingga makin pendek makin kecil biaya Negara yang harus dikembalikan kepada kontraktor,” jelasnya.
Dengan gas yang ada dari block Sebuku diperuntukan untuk pupuk, sehingga dinilai Sulbar pantas berdiri satu pabrik pupuk dengan potensi yang ada dari milik Sulbar.
Dalam hal sudahnya ada perjanjian dengan pupuk kaltim dalam hal penggunakan hasil produksi, Zainudin menegaskan tidak akan merubah dengan siapa gas itu diberikan. “Jadi kalo itu diberikan kepada pupuk kaltim silahkan.” Katanya.
Komisi VII akan berkoordinasi dengan komisi VI DPR yang membidangi industry dan BUMN, supaya bagian dari pupuk kaltim yang holding ada di Pusri dapat dilakukan di Sulbar, mengenai keterlambatan dapat diteloransi sampai dua tahun, namun efeknya masyarakat merasakan secara langsung apa yang terkandung di dalam perut bumi mereka.
Dia menambahkan dibanyak tempat kenapa tidak memberikan dukungan penuh, apa itu minyak, gas, atau lainnya, karena mereka tidak merasakan secara langsung. Tempatnya dieploitasi SDA, tapi tidak merasakan manfaatnya. Menurut Zainudin, Kita harus merubah paradigma itu, apa yang utama yang kita makmurnya dimana tempat dimana tempat SDA itu ada. Itu merupakan kewajiban kami melihat secara obyektif.
Keputusan politik komisi VII, mengenai sengketa dengan kaltim yang mengklim bahkan telah masuk di wilayah hukum baru-baru ini. Dilihat sisi historis dan keputusan hukum yang sudah ada PTUN tingkat negeri dan PTUN tingkat Tinggi sudah sangat jelas dimenangkan Sulbar. Batas wilayah dari kementerian Dagri sangat jelas itu menjadi wilayah Sulbar.
Dukungan juga terlontar dari Nazaruddin Kiemas, yang mengatakn Setelah mempelajari ternyata jia pipa ditarik ke provinsi lain itu 340 km, hampir tiga kali lipat dibanding ke Sulbar. Dia mengungkapkan bahwa pabrik tambahan pupuk kaltim itu sendiri belum di bangun. “Jadi kalo belum dibangun toh haknya tetap sama untuk PKT tapi di bangunnya di Sulbar. Jadi hak gasnya tetap sama. PKTnya pun ada keuntungan pipanya lebih pendengan maka biayanya lebih murah,” paparnya.
Memang ada masalah teknis masalah palung namun menurut masukan para ahli hal itu dengan teknologinya dapat teratasi. Untuk pemerintah costrecovery hanya sepertiganya. Jadi saling menguntungannya dan untuk Sulbar belum ada industri.
Nazaruddin mengatakan Sulbar sebagi provinsi harus ada industri, harus ada keadilan. Sulbar juga merupakan koridor ekonomi, yang memiliki daerah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat wilayah Sulbar, sehingga sudah sepantasnya pabrik pupuk juga di bangun di provinsi ini. “Apabila hal ini terjadi maka pabrik ini akan menjadi pabrik pertama yang ada di Indonesia bagian timur,” tegas Nazaruddin (as) Foto: Agung Sulistiono.