DPR Sesalkan Mandegnya RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Pemerintah

04-06-2012 / KOMISI IV

 

         Komisi IV DPR RI sesalkan pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang menjadi usul inisiatif DPR RI mandeg di Pemerintah. Seharusnya RUU ini pada masa sidang yang lalu ditargetkan masuk dalam tahap pembahasan tingkat II.

     Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo disela-sela kunjungannya ke Semarangbaru-baru inidalam rangka penandatanganan kerjasama pembangunan sektor pertanian berbasis teknologi dengan konsep pengembangan manajemen hulu hilir.

     Firman mengatakan, keberadaan RUU ini sangat urgent dan sangat ideal,  karena RUU ini memberikan proteksi dan perlindungan baik petani itu sendiri maupun sistemnya. Masalah pangan menjadi hal yang fundamental dan pangan harus menjadi tanggung jawab negara.

   Komisi IV DPR melihat urgensi daripada UU Perlindungandan Pemberdayaan Petani ini sangat dibutuhkan. Karena petani kita sekarang ini dalam posisi yang sangat sulit. Sebagai contohdi Korea petani sudah mendapatkan proteksi dan perlindungan yang luar biasa, baik komoditinya maupun juga manusianya.

      Sementara di Indonesia belum ada aturan yang mengatur tentang hal itu, padahal di Indoneisa sangat rentan dengan bencana, baik bencana alam seperti meletusnya gunung merapi, atau bencana lain seperti musibah karena serangan poso, serangan hama dan sebagainya.

            Dalam RUU ini salah satu pasalnya mengadop bahwa konsep pengembangan pertanian berbasis teknologi dengan manajemen hulu hilir dan salah satunya adalah petani itu dibuatkan asuransi.

             Menurut Firman, sistem ini sudah berjalan dinegara-negara lain seperti Korea, Cina, Jepang dan di Amerika juga sudah mulai jalan.

         Oleh karena itu, katanya, gagasan pemikiran kita sudah sangat maju dan ketika petani nanti dihadapkan pada persoalan-persoalan, petani tidak akan kebingungan seperti sekarang ini.

          Inilah yang diharapkan dari RUU ini, disamping aspek untuk memberikan cover asuransi juga mengenai aspek pembiayaan. Di negara-negara maju seperti Korea dan Cina, ada yang disebut Bank Pertanian. Tapi di Indonesia,Bank Pertanian itu tidak pada tatanan ideal, karena untuk petani menengah ke bawah, paling sulit mendapatkan akses kemudahan dari Perbankan.

          Untuk itu, di dalam RUU ini juga memasukkan dalam salah satu pasaldibentuknyalembaga keuangan mikro yang akan memberikan aspek pelayanan modal kepada petani dengan persyaratan yang mudah dan lembaga keuangan mikro itu ada di tingkat kecamatan-kecamatan, sehingga petani akan mudah mendapatkan pelayanan permodalan.

            Namun sayangnya, kata Firman, sampai hari ini draft RUU yang telah disampaikan DPR kepada Pemerintah belum mendapatkan respons. Karena pemerintah keberatan terhadap dua pasal itu.

          Padahal, kalau dua pasal itu ditunda oleh pemerintah justru esensi dari pada pentingnya RUU tersebut rohnya ada di dua pasal itu. Kalau dua pasal itu tidak disetujui pemerintah artinya pemerintah tidak peduli kepentingan rakyat kecil, dan tidak berpihak pada kepentingan petani.

            Firman menjelaskan, kebutuhan pangan nasional kita mencapai  35 juta ton per tahun dan indikasi laju permintaan pangan itu akan mengalami peningkatan sampai 4,87 persen per tahun. Ini akibat dari laju pertumbuhan penduduk 1, 49 persen dan juga akibat dari pada konsekwensi peningkatan pendapatan masyarakat yang naik serta akibat konvensi pangan masyarakat Indonesia yang biasanya mengkonsumsi makanan pokok non beras beralih  ke beras.

           "Ini yang harus diantisipasi, kalau tidak diantisipasi dan tidak dibuat regulasi dan  perlindungannya saya khawatir  Indonesia memang didisain oleh kelompok tertentu supaya Indonesia sebagai negara yang  berpenduduk besar ini akan menjadi importir besar di dunia," kata Firman.

           Sangat disayangkan, sebagai negara agraris yang berpenduduk besarkebutuhan nasional belum dapat tercukupi oleh produk-produk dari petani lokal.

      Lemahnya petani kita karena tidak didukung oleh sistem, selain itu petani kita juga masih konvensional dan tidak didukung oleh aspek teknologi, manajemen dan pendanaan. Oleh karena itu, RUU ini sangat diperlukan karena kita belum mempunyai suatu aturan hukum yang melindungi, memproteksi petani. Disinilah muncul gagasan perlunya RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

            UU ini nantinya betul-betul diharapkan bisa memproteksi, melindungi keberadaan petani dan bisa memberikan supporting kepada petani ke depan bagaimana petani itu dapat mencapai cita-citanya sebagai petani yang sejahtera.

           Selama ini Firman melihat, petani kita dilepas begitu saja tidak mendapatkan perhatian yang cukup baik dari pemerintah karena tidak ada regulasi yang mendukung keberadaan mereka.

          Salah satu contoh mengenai ketersediaan lahan pertanian, kita memiliki UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, namun faktanya sampai hari ini lahan pertanian kita yang luasnya 2,3 juta hektar irigasi teknis, sampai hari ini yang terairi oleh air yang masih berfungsi hanya 11  persen.

       Sementara, kebutuhan pangan nasional yang mencapai 35 juta ton per tahun, 55 persen dari kebutuhan pangan nasional kita masih ditopang suplai dari Pulau Jawa.

         Hal ini yang menjadi keprihatinan bersama, dimana setiap tahun terjadi alih fungsi lahan pertanian rata-rata hampir mencapai 100 ribu hektar, sedangkan pertumbuhan pencetakan sawah baru oleh pemerintah setiap tahun hanya mencapai 40 ribu hektar.

        Ini berarti, kalau kita mau swasembada pangan sulit terkejar karena laju daripada konvensi lahan pertanian dibandingkan dengan pencetakan sawah yang dilakukan pemerintah  jauh ketinggalan, selisihnya sekitar 60 ribu hektar.

         "Kalau ini didiamkan kemungkinan ke depan anak cucu kita untuk mendapatkan kebijakan pangan yang notabene produk dalam negeri akan sulit," tambahnya.

         Selain itu, yang menjadi keprihatinan kita terjadinya tingkat penurunan petani. Data yang diterima Komisi IV DPR, petani kita sekarang ini jumlahnya sekitar 41-43 persen, di tahun 2011 terjadi penurunan kurang lebih sekitar 2,16 juta atau sekitar 5, 2 persen.(tt)/foto:iwan armanias/parle

BERITA TERKAIT
Komisi IV Bahas Stabilitas Harga Singkong dengan DPRD & Petani Lampung
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi IV DPR RI menerima audiensi dari DPRD Kabupaten Lampung dan Perhimpunan Petani Lampung terkait stabilitas harga...
Pemerintah Harus Cermat dalam Impor Daging Jelang Ramadan
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto meminta pemerintah lebih cermat dalam memenuhi kebutuhan daging nasional di...
Meski HPP Gabah Naik, Legislator Tetap Minta Pemerintah Permudah Penyerapan ke Bulog
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Dwita Ria Gunadi mengapresiasi langkah pemerintah, dalam hal ini Badan Pangan Nasional,...
Polemik Pagar Laut, Komisi IV Akan Panggil KKP
04-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto menyatakan bahwa Komisi IV akan memanggil...