Saan Mustopa: Ketimpangan Penguasaan Tanah Sudah Akut
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa saat kunjungan kerja spesifik di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Barat di Bandung, Selasa (13/9/2022). Foto: Husen/nvl
Ketimpangan atas penguasaan tanah di Indonesia ternyata sudah akut. Ada ketidakadilan struktural di balik konflik agraria selama ini. Tanah rakyat dirampas untuk kepentingan elit oligarki.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengungkapkan hal ini pada kunjungan kerja spesifik di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Barat di Bandung, Selasa (13/9/2022). "Ketimpangan dan ketidakadilan penguasaan tanah di Indonesia sudah sangat akut, ini sebagai penyebab akar konflik Agraria. Konflik Agraria adalah buah ketidakadilan struktural, tetapi masih dianggap sebagai konflik horizontal."
Kata Saan, tanah rakyat banyak dirampas demi segelintir elit oligarki yang tidak pernah puas. Tercatat 68 persen tanah di Indonesia dikuasai 1 persen kelompok pengusaha dan korporasi besar. Sementara lebih dari 16 juta rumah tangga petani bergantung hidup pada lahan yang rata-rata hanya di bawah setengah hektar. Dan potensi kerugian negara dari pengelolaan HGU melebihi batas izin mencapai Rp380 triliun.
"Dalam lima tahun terakhir paling tidak sebanyak 2.288 konflik agraria terjadi. Sebanyak 1.437 orang dikriminalisasi atas konflik agraria ini. Lalu, 776 orang dianiaya, 75 orang tertembak, dan 66 orang tewas di wilayah konflik agraria," papar politisi Partai Nasdem itu. Soal isu hak guna usaha (HGU), Komisi II DPR RI berkepentingan mengawasinya, terutama tanah HGU yang terlantar.
Keberadaan tanah-tanah HGU, lanjut legislator dapil Jabar VII ini, bisa memperkuat peran negara dalam melakukan pengelolaan aset berupa lahan atau tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 tentang hak menguasai oleh negara untuk kepentingan rakyat Indonesia. "Dalam kaitan peran negara dalam mengelola aset berupa tanah berhubungan erat dengan keberadaan pemberian perizinan HGU yang kerap bermasalah, misalnya tumpang tindih pemilikan izin, hingga lahan terlantar," tuturnya. (mh/aha)