Dinilai Belum Maksimal, Dewi Asmara Soroti Penanganan Stunting di Indonesia

09-11-2022 / KOMISI IX
Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Asmara saat Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Kementerian Kesehatan, BKKBN, dan BPOM di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (7/11/2022). Foto: Munchen/nr

 

Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Asmara menilai penanganan stunting di Indonesia belum terlaksana komprehensif sekaligus sistematis. Walaupun persentase kasus stunting konsisten turun sebesar 3.5 persen per tahun, ia menjelaskan program penanganan stunting yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terlihat tumpang tindih, sehingga penerapannya belum maksimal, terutama pada aspek sumber daya manusia di tingkat puskesmas.

 

“DAK (Dana Alokasi Khusus) nonfisik terlihat ada beberapa program-program stunting yang tumpang tindih. Mengingat bahwa juga sudah dianggarkan peningkatan SDM-nya, akan tetapi sampai saat ini kami ketahui masih banyak puskesmas yang belum cukup dokter dan nakes-nya,” ungkap Dewi dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Kementerian Kesehatan, BKKBN, dan BPOM di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (7/11/2022).

 

Politisi Fraksi Partai Golkar itu juga mempertanyakan penanganan stunting yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pasalnya, BKKBN sebagai koordinator penanganan stunting di Indonesia dianggap belum mampu menjembatani koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait.

 

“Kami melihat untuk BKKBN, terus terang saja, kurang sistematis. Fungsi BKKBN sebagai koordinator, itu kurang terlihat. Padahal, posisinya berelasi dengan antar kementerian dan lembaga untuk menangani stunting,” terangnya.

 

Meyakini bahwa penanganan program stunting tidak bisa hanya berdiri sendiri, legislator dapil Jawa Barat IV itu meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut andil mengawasi produk konsumsi untuk ibu dan bayi. Baginya, langkah ini vital guna mengantisipasi muncul stunting sejak dini.

 

“Saya harap BPOM juga bisa membantu untuk memeriksa makanan-makanan penambah gizi yang lain, yang dijual secara bebas. Sehingga, jangan sampai nanti, oleh karena ingin efek untung terjadi lagi permasalahan seperti yang akhir-akhir ini terjadi pada obat anak-anak,” pungkas Dewi. (ts/aha)

BERITA TERKAIT
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Dukung Program MBG, Legislator Tekankan Pentingnya Keberlanjutan dan Pengawasan
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pemerintah secara resmi meluncurkan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada 6 Januari 2025 di 26 provinsi. Program...