Komisi VII Ingatkan Indonesia Jangan Hanya Menjadi Pasar Baterai Listrik
Anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar saat diwawancarai usai Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif beserta jajaran. Foto: Oji/nr
Anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar menyoroti pertumbuhan kendaraan listrik, baik mobil maupun sepeda motor. Ia mengingatkan, jangan sampai nantinya Indonesia hanya menjadi user kendaraan listrik dan pemakai baterai listrik terbesar di seluruh dunia. Untuk itu, ia mempertanyakan koordinasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian BUMN, khususnya Indonesia Battery Corporation (IBC). Menurutnya direktur utama IBC sudah berganti, namun belum ada progres pengembangan baterai listrik.
“Ini perlu kita memanggil BUMN yang bersangkutan terhadap IBC ini. Kita ingin lihat progres IBC, ada Pertamina, PLN, sudahkah menempatkan sahamnya atau Menteri BUMN sudah menarik beberapa investor ataupun investasi lokal terutama dari BUMN, ini perlu dipanggil secara bersamaan. Jadi kita tahu bersama MIND ID. Kami melihat belum kelihatan progresnya,” kata Nasril dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif beserta jajaran, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Sementara terkait hilirisasi baterai, Politisi Fraksi PAN ini menilai Menteri ESDM perlu duduk bersama Menteri Perindustrian. “Saya khawatir karena untuk mencapai harga pokok produksi kendaraan listrik, baik roda dua mupun empat, 80 persennya itu bergantung harga produksinya di baterai. Ini kan jangan kita sebagai pemakai terbesar, impor baterai. Ini sesungguhnya kita pertegas terhadap hilirisasi daripada baterai. Berapa jumlah ekspor pemurnian nikel (bahan baku baterai) setiap tahunnya. Karena menyangkut kepada sejauh mana nanti proses hilirisasi yang akan terbangun,” tandas Nasril.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari mempertanyakan format yang disiapkan Kementerian ESDM untuk bisa mencapai target net zero emission sekaligus tidak terlalu memberatkan kondisi perekonomian di masyarakat di tengah jumlah kendaraan yang terus meningkat dan tren kendaraan listrik. Menurutnya, dengan asumsi pertumbuhan 5 persen per tahun, Indonesia akan mencapai jumlah roda empat di tahun 2030 sekitar 35 juta unit. Dan asumsi pertumbuhan 5,1 persen per tahun, jumlah kendaraan roda dua mencapai 190 juta unit.
“Itu saja kita belum menghitung bonus demografi yang juga akan kita hadapi. Otomatis pengguna kendaraan ini pasti akan bertambah. Sementara tadi disampaikan bahwa motor yang dikonversi ada nilainya sekitar 14 juta (unit). Artinya, ada problem yang sangat signifikan ketika kita berbicara upaya mengurangi emisi CO2. Ketika data ini dibandingkan dengan kendaraan bermotor BBM dengan KBLBB, emisinya bisa dikurangi, tapi lainnya bagaimana kita bisa memenuhi jumlah pertumbuhan listrik. Bagaimana resources listrik yang kita mayoritas masih menggunakan PLTU. Dan juga tambahan terkait 14 juta (unit) yang harus dikeluarkan untuk mengkonversi ini menjadi beban di masyarakat,” urai Politisi PKB itu.
Kementerian ESDM memprediksi peningkatan penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia pada 2030 mencapai 15 juta unit. Target tersebut terbagi dari mobil listrik sebesar 2.197.780 unit dan 13.469.000 unit motor listrik. Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam paparannya kepada Komisi VII DPR RI mengatakan, apabila target itu tercapai maka akan terjadi penghematan BBM sebesar 8,1 juta kiloliter.
Arifin mengatakan penggunaan motor listrik, baik konversi maupun baru, memberikan manfaat bagi pengguna berupa penghemat penghematan BBM sebesar Rp 2,6 juta per tahun. Sedangkan manfaat bagi pemerintah untuk satu unit motor akan menghemat BBM hingga 335 liter per tahun. Hal tersebut juga menurunkan CO2 hingga 0,67 juta ton per tahun, meningkatkan konsumsi listrik hingga 426 KWH per tahun, memberi peningkatan konsumsi listrik 426 KWH per tahun, dan ada penambahan kapasitas pembangkit 0,3 KW. (sf/aha)