Aturan Turunan RUU P2SK Diminta Jamin Adanya Segregasi Pengelolaan Aset
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati saat menyerahkan Pandangan Fraksinya saat Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Pemerintah. Foto: Munchen/nr
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan sejumlah catatan yang menjadikan dasar persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Persetujuan tersebut disepakati asal seluruh catatan tersebut dipenuhi pemerintah saat membuat aturan turunan RUU itu. Catatan dari F-PKS tersebut di antaranua berkaitan dengan penambahan tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk melakukan penjaminan polis.
Menurut pandangan F-PKS yang dibacakan Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, penambahan ketentuan ini tidak boleh sampai mengganggu program penjaminan simpanan yang telah ada. Oleh karena itu, peraturan turunan dari UU ini harus menjamin adanya segregasi yang jelas atas pengelolaan aset dan kewajiban antara penjaminan polis dengan penjaminan simpanan.
“Hal-hal yang setidaknya menjadi norma adalah penyebutan jenis polis yang ditanggung, jenis manfaat dan maksimal nilai risiko yang dijamin oleh LPS serta adanya kejelasan proses transisi penambahan tugas LPS dalam penyelenggaraan program penjaminan polis," kata Anis dalam Rapat Kerja yang dihadiri Menkeu Sri Mulyani; Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia; perwakilan Kementerian Koperasi dan UKM; serta perwakilan Kementerian Hukum dan HAM di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Program penjaminan polis asuransi juga menurut F-PKS harus sejalan dengan konsep bail-in dan tidak memiliki risiko membebani APBN ketika terjadi permasalahan perusahaan dan industri asuransi. Fraksi PKS juga menaruh perhatian terhadap ketentuan kondisi keputusan berdasarkan suara terbanyak tidak tercapai di forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam RUU P2SK yang bisa diambil alih Menteri Keuangan. Seharusnya, jelas Anis, lebih cocok untuk menyampaikan ke Presiden untuk menetapkan keputusan.
“Pengambilan keputusan oleh Presiden sangat penting untuk menjaga kesetaraan regulator pada forum KSSK. Dengan demikian, dominasi satu regulator dapat diminimalisir," kata Anis. Menurut F-PKS, kegagalan KSSK menentukan keputusan berdasarkan suara terbanyak biasanya terjadi pada isu-isu yang sangat krusial sehingga keputusan Presiden sangat penting.
Selain itu, F-PKS juga menegaskan perlunya memberikan rambu-rambu tentang perluasan tugas Bank Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam hasil pembahasan bahwa Bank Indonesia mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. “Ke depan perlu disusun aturan turunan terkait dengan batas-batas peran Bank Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan agar tetap pada koridor yang baik,” imbuh Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negaran (BAKN) DPR RI itu.
Kemudian, F-PKS juga memandang bahwa pembukaan informasi nasabah perbankan kepada penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) dalam RUU P2SK perlu diatur melalui sistem yang jelas. Pembukaan informasi nasabah dari perbankan tidak dapat dilakukan secara langsung oleh Bank kepada penyelenggara ITSK.
Sementara itu, terkait Konglomerasi Keuangan dalam hasil pembahasan RUU ini menurut F-PKS juga belum didefinisikan dengan jelas, termasuk penetapan kriteria, ruang lingkup, aspek materialitas dan pemberlakuan threshold berdasarkan kriteria tertentu dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. (sf/rdn)