Persoalan Pasokan Bauksit Smelter di PT BAI Harus Teratasi
Wakil ketua komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman bersama Tim Kunspik Komisi VII DPR RI dalam foto bersama usai pertemuan di PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Foto: Arief/nr
Tim Panitia Kerja (Panja) Bauksit Komisi VII DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspik) ke PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Kunker ini untuk melihat pengelolaan smelter yang dikelola oleh PT BAI untuk mengolah bauksit menjadi alumina. Wakil ketua komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman mengatakan suplai pasokan bauksit di smelter PT BAI tersebut mengalami kendala, dikarenakan hanya cukup untuk beberapa hari untuk kebutuhan produksinya. Sehingga, perlu segera untuk diatasi.
"Smelter ini terkendala, yang notabene sekarang ini hanya cukup kurang lebih sekitar empat hari kebutuhannya. Artinya apabila ini tidak ada suplai pasokan, berpotensi akan setop operasi dan ini juga tentu tidak baik bagi kita dan juga bagi keberlangsungan smelter. Karena di sini banyak tergantung orang kerja dan juga meningkatkan perekonomian daerah,” kata Maman kepada Parlementaria, usai pertemuan, Kamis (19/1/2023).
Anggota Fraksi Partai Golkar ini menerangkan dari hasil Kunker Panja ini terdapat beberapa temuan yang menyebabkan pasokan bauksit terkendala. Pertama, hal itu sebagai dampak dibentuknya tim yang diketuai oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan Peraturan Presiden (Pepres). Menurutnya, dengan adanya tim tersebut, hampir seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP), terutama Bauksit, langsung dimatikan. Menurut Maman, itu salah satu permasalahan yang paling krusia. Akhirnya, berdampak pada terhentinya pasokan di smelter dalam negeri, yaitu PT Bintan Alumina Indonesia.
"Memang setelah melalui beberapa proses (negosiasi), protes para pemilik IUP, akhirnya hidup lagi akan tetapi ini berdampak. Ini yang mungkin kita harus kasih saran kepada pemerintah hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan apalagi yang terkait dengan long term invest. Mining industri ini adalah long time investment kita tidak bisa serta merta begitu gampang saja mengeluarkan kebijakan yang akhirnya bisa berimplikasi terhadap industri-industri turunan dari hilirisasi dari bauksit,” terang Maman.
Maman menambahkan, permasalahan yang kedua, yaitu terkait dengan perizinan birokrasi di internal Kementerian ESDM (KESDM). Berdasarkan informasi yang diterimanya, setiap perizinan melepas bauksit untuk dikirim ke smelter ini harus melewati feasibility study. "Kita juga sudah evaluasi, kita minta ESDM untuk bisa memangkas perizinan perizinan regulasi yang memang menurut kita tidak perlu proses pengulangan,” kata Maman.
Maman berharap, pihak KESDM bersama Dirjen akan mendorong, membenahi sistem supply chain, termasuk membenahi perizinan maupun birokrasi di pemerintahan serta tata kelolanya. Jika hal ini tidak dilakukan maka akan berpotensi membuka keran impor lagi karena mau tidak mau smelter ini harus berjalan.
"Kita dorong, memangkas atau mempercepat proses perizinan yang sudah ada. Harus ada kebijakan yang serius dari pemerintah untuk mau benar-benar membenahi sistem distribusi rantai supply pasokan dari hulu sampai ke hilirnya dalam industri bauksit ini,” tutupnya. (afr/rdn).