Tambah Manfaat Sosial, Legislator Imbau Permenaker Jaminan Sosial PMI Disosialisasikan Secara Masif
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto saat mengikuti Rapat Kerja Komisi IX bersama Menaker Ida Fauziyah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/4/2023). Foto: Kresno/nr
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (PMI). Terbitnya Permenaker tersebut menambah manfaat jaminan sosial bagi PMI tanpa adanya kenaikan iuran.
"Saya apresiasi, Permenaker ini jauh lebih baik daripada Permenaker No 18/2018. Ada upaya peningkatan manfaat bagi PMI kita, baik sebelum berangkat, pada saat bekerja maupun sesudah bekerja. Namun, ada catatan-catatan terkait aturan ini," ungkap Edy dalam Rapat Kerja Komisi IX bersama Menaker Ida Fauziyah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menyarankan agar aturan ini disosialisasikan secara masif kepada PMI. Mengingat, masih banyak PMI yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS ketenagakerjaan. Berdasarkan data, kepesertaan PMI sampai dengan Februari 2023 sebanyak 354.995 orang. Jumlah tersebut masih kecil dibandingkan dengan PMI yang sedang bekerja di luar negeri.
"Hal ini harus menjadi perhatian serius, sebab dengan kata lain PMI kita banyak yang tidak terlindungi jaminan sosial. Ini menjadi peringatan, apakah karena sosialisasinya yang kurang ataukah penegakkan hukum nya yang lemah," katanya.
Lebih lanjut, Edy menyoroti skema pembayaran iuran jaminan sosial yang dibebankan kepada pekerja. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Yang ada di Permenaker No 4/2023 ini, siapa yang bayar? Ternyata pekerja. Kalau kita kaitkan dengan UU 18/2017, pekerja tidak boleh dibebani biaya penempatan. Biaya penempatan itu salah satunya biaya jaminan sosial PMI. Artinya, Permenaker No 4/2023 ini bertentangan dengan UU No 18 tahun 2017. Seharusnya yang membayar adalah pemerintah atau pemberi kerja. Tolong dikaji lebih betul, karena Permenaker dan UU nya tidak sinkron," jelasnya.
Selanjutnya, Edy juga meminta klarifikasi terkait aturan bagi PMI yang mengalami kecelakaan kerja. Dengan ketentuan baru, disebutkan PMI yang mengalami kecelakaan kerja di negara penempatan tidak harus pulang ke Indonesia dulu untuk mendapatkan penjaminan biaya perawatan, tapi bisa dibiayai perawatannya di negara penempatan dengan biaya maksimal Rp50 juta per kasus kecelakaan kerja.
"Kemudian saya bandingkan dengan pekerja di dalam negeri. Yang ada di dalam negeri dijamin sampai sembuh. Artinya, ada diskriminasi antara pekerja PMI dengan pekerja kita yang ada di dalam negeri," sambungnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan bahwa Permenaker 4/2023 memberikan prinsip perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan yang komprehensif dan terjangkau dan memberikan nilai manfaat baru. "Kita tidak membandingkan apple to apple antara pekerja di dalam negeri maupun luar negeri tetapi saya bisa pastikan bahwa Permenaker 4/2023 ini jauh lebih baik dibandingkan Permenaker yang lama dan asuransi yang dilakukan oleh konsorsium," jelas Menaker Ida.
Jika dalam Permenaker sebelumnya, hitungan masa perjanjian kerja langsung dipatok Rp322.500 dalam kurun waktu 24 bulan. Sementara di Permenaker yang baru, hitungannya bertahap dari 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan. Adapun besaran iuran JKK dan JKM untuk masa perjanjian kerja 6 bulan adalah Rp108.000. Iuran masa perjanjian kerja 12 bulan Rp189.000, dan iuran masa perjanjian kerja 24 bulan Rp332.500.
"Itu saja sudah beda dengan pembayaran premi dalam negeri, karena proses pembayarannya yang sekaligus dalam kurun 2 tahun. Kemudian, kalau untuk 1 tahun itu Rp189.000 di rata-rata Rp15.000 per bulan. Ini juga lebih kecil dari premi di dalam negeri. Kemudian, kalau untuk masa perjanjian kerja 6 bulan itu cuma Rp108.000. Memang ini sama dengan pembayaran premi di dalam negeri," jelas Ida.
"Namun, kalau ada pertanyaan apakah Permenaker ini manfaatnya lebih banyak dibandingkan konsorsium. Saya pastikan bahwa manfaatnya ini jauh lebih baik dibandingkan Permenaker 18/2018 maupun dengan konsorsium. Karena, kita ingin premi nya sama dengan sebelumnya tetapi manfaatnya yang ingin dilipatgandakan. Atas dasar itulah Permenaker ini lahir," pungkasnya. (ann/aha)