Indonesia Terus Upayakan 'Soft Diplomacy' Tanggapi Terbitnya Peta Standar China 2023

04-09-2023 / KOMISI I
Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno. Foto: Runi/nr

 

Beberapa waktu lalu China, secara sepihak, merilis peta baru yang disebut sebagai ‘Peta Standar China 2023’. Dampaknya, kehadiran peta tersebut memicu suasana panas di antara negara kawasan. Sebab negeri tirai bambu tersebut tergambarkan memiliki wilayah yang lebih luas dari peta yang jamak diketahui.

 

Kementerian Sumber Daya Alam China merilis peta itu bersamaan dengan Kesadaran Pemetaan Nasional China dan Hari Publisitas Survei dan Pemetaan. Peta tersebut mencakup wilayah yang disengketakan dengan negara-negara tetangga mulai dari Arunachal Pradesh dan Aksai Chin di India, Taiwan, hingga Laut China Selatan.

 

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno mengungkapkan bahwa Indonesia akan terus mengupayakan soft diplomacy melalui forum-forum multilateral ataupun bilateral. Salah satunya dengan Negara ASEAN dan Asia Selatan. Terlebih, Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dalam waktu dekat ini.

 

“Mengingat kita kan sebentar lagi akan melaksanakan KTT ASEAN untuk itu kita bisa trace isu-isu tersebut pada saat pembukaan (KTT ASEAN). Jadi Presiden (Jokowi) bisa menyampaikan dan juga (khususnya) undangan dari negara-negara lain,” ungkapnya ketika ditemui tim Parlementaria di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

 

Menurutnya, hal ini perlu untuk dikawal agar jangan sampai perbedaan persepsi memicu konflik yang berkepanjangan, bahkan perang terbuka.

 

“Ini yang harus menjadi perhatian, dan juga Spratly Island yang terus dikembangkan mereka. China terus membangun kekuatan militer di sana dan juga Australia yang meningkatkan patrolinya di seputaran sana. Terus juga US menambah lagi untuk memperkuat dari presence (kehadiran) mereka di Filipina,” jelasnya

 

Ia menilai semua negara saling berkaitan karena untuk saling memantau perkembangan dari peta baru tersebut. Sehingga, apabila situasi keamanan meningkat, hal itu berpotensi menjadi akhir dari perang dingin berlanjut ke perang terbuka.

 

“Ya, hal itu bisa merusak ataupun menghambat pembangunan ekonomi dan juga ketentraman dan kestabilan secara regional,” tutup Politisi Fraksi Partai Golkar ini. (hal/rdn)

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...