Pembahasan Ambang Batas Parlemen Kewenangan Pembuat UU, Bukan di MK

01-03-2024 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Komarudin Watubun. Foto : Dok/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Komarudin Watubun menyatakan keberatannya terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional dan memerintahkan pembentuk undang-undang untuk mengubahnya melalui revisi Undang-Undang Pemilu. Menurut dia, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) merupakan kewenangan institusi pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.

 

”Gugatan soal ambang batas parlemen itu sebenarnya sudah pernah diajukan dulu, tapi ditolak. Alasannya karena itu wewenang pembuat UU. Tugas MK kan menguji UU dengan UUD 1945, memastikan tidak ada pelanggaran terhadap konstitusi,” kata Komarudin dalam keterangan ke media sebagaimana dikutip Parlementaria, di Jakarta, Kamis (29/2/2024).

 

"Gugatan soal ambang batas parlemen itu sebenarnya sudah pernah diajukan dulu, tapi ditolak. Alasannya karena itu wewenang pembuat UU"

 

Diketahui, dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Kamis (29/2/2024) siang, MK menyatakan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi. Karena itu, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk mengubah ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional tersebut.

Meski demikian, MK juga menyatakan, ketentuan ambang batas parlemen yang diatur dalam Pasal 414 Ayat (1) UU Pemilu itu masih konstitusional digunakan pada Pemilu 2024. Ambang batas parlemen 4 persen itu tidak bisa lagi diberlakukan di Pemilu 2029.

 

Komarudin mengaku bingung dengan putusan MK yang kembali berbeda dengan putusan sebelumnya. Pasalnya, MK sudah berulang kali memutus gugatan serupa dan menyatakan penentuan angka ambang batas parlemen merupakan wewenang pembuat undang-undang.

 

”Tapi sekarang memang lagi banyak anomali berpikir. Ini sebenarnya tergantung pada kepentingan tertentu, sama seperti batas usia calon presiden dan calon wakil presiden,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini. (we/rdn)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...