Revisi UU Perindustrian Ditargetkan Selesai Akhir Tahun 2013
Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto berharap revisi Undang-Undang tentang Perindustrian yang saat ini masih dalam tahap menampung pendapat atau mendengarkan masukan-masukan dari pakar, targetnya maksimal akhir tahun 2013 mendatang sudah selesai.
Menurut Airlangga, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian sudah tidak sesuai lagi dengan perubahan paradigma pembangunan industri. “Mudah-mudahan revisi undang-undang ini bisa mendukung terwujudnya industri yang berdaya saing tinggi,” harapnya saat ditemui Tim Parle di Gedung Nusantara I DPR RI, Senin (28/1).
Dia menambahkan, untuk meningkatkan kualitas dalam negeri akan diatur mengenai standar industry dalam negeri. Standar yang digunakan dalam standardisasi industri berupa Standar Nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis dan pedoman tata cara.
RUU Perindustrian juga akan mengatur tentang sumber pembiayaan,dimana pemerintah berwewenang mengalokasikan kemudahan pembiayaan berupa penyertaan modal, keringanan bunga pinjaman, potongan harga pembelian mesin, dan peralatan kepada perusahaan industri swasta. Pengalokasian pembiayaan atau kemudahan pembiayaan kepada perusahaan industri swasta dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “RUU Perindustrian ini juga mengamanatkan pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri,” ujarnya.
Lebih jauh dia mengatakan, RUU Perindustrian juga akan mengatur tentang pemberdayaan industri kecil dan menengah termasuk adanya kewajiban industri untuk menggunakan produk dalam negeri. Penggunaan produk dalam negeri wajib dilakukan oleh lembaga negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang dalam pengadaan barang/jasa menggunakan dana APBN atau melalui kerjasama dengan pemerintah. “Nantinya industri dalam negeri harus mengutamakan penyediaan produk yang bernilai tambah,” kata Airlangga.
Sementara Politisi Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno mengatakan, kita perlu Undang-Undang tentang Perindustrian, kita perlu Undang-Undang tentang Perdagangan, dan kita perlu juga Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional.
RUU tentang Perindustrian dan RUU tentang Perdagangan, lanjutnya, kini dalam tahap menampung pendapat dari pakar, pelaku usaha, asosiasi dan juga tokoh masyarakat. “Jadi kedua RUU ini mutlak penting di tengah negosiasi perdagangan kita yang timpang dengan asing. Karena begitu mudahnya pemerintah digertak misalnya soal minyak sawit mentah (CPO), masalah udang, rokok, dan banyak lagi,” jelasnya.(iw)/foto:iwan armanias/parle.