RUU KSDAHE Wujudkan Kelestarian & Keseimbangan Ekosistem Demi Kesejahteraan Masyarakat
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono saat membacakan laporan Komisi IV ata RUU KSDAHE dalam Rapat Paripurna Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024). Foto : Mu/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Bangsa Indonesia dianugerahi kekayaan sumber daya alam hayati yang beragam dan berlimpah. Sumber daya alam hayati ini terdiri dari sumber daya genetik, jenis dan ekosistem. Walaupun sumber daya alam hayati Indonesia berlimpah, sumber tersebut tidak tak terbatas dan mempunyai sifat yang tidak dapat kembali seperti asalnya (irreversible) apabila dimanfaatkan secara berlebihan atau tidak terkendali.
Memperhatikan dinamika perubahan strategis lingkungan nasional, global serta kebijakan internasional baik dari perspektif politik, sosial maupun ekonomi. Maka perlu dilakukan penguatan dan peningkatan dalam pelaksanaan kegiatan konservasi. Maka perlu adanya revisi dan penguatan dalam perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE).
“Sumber daya alam hayati mempunyai fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. Konservasi terhadap sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus mampu mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya. Sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia,” ungkap Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono saat membacakan laporan Komisi IV ata RUU KSDAHE dalam Rapat Paripurna Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Penguatan dalam perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 ini antara lain, pertama kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan tidak hanya di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil tetapi juga dilakukan di areal preservasi guna terjaminnya kelestarian manfaat sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
“Serta adanya kejelasan kewenangan dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, baik antar kementerian/lembaga maupun antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui pembagian peran lintas sektor dan lintas pemerintahan dalam konservasi. Sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih kewenangan dan konservasi menjadi tanggung jawab bersama,” tutur Ketua Panja RUU KSDAHE itu.
Kedua, pemanfaatan potensi sumber dana yang ada sangat dimungkinkan untuk mendukung pendanaan konservasi yang berkelanjutan dan terjamin. Kemudian, pencegahan kerusakan atau kepunahan serta terjaminnya kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bagi keberlangsungan sistem penyangga kehidupan dengan mempertegas larangan serta menerapkan insentif dan disinsentif dalam penyelenggaraan konservasi.
Selanjutnya, Peningkatan peran serta masyarakat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, termasuk peran serta masyarakat hukum adat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat hukum adat di sekitar kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta areal preservasi.
“Tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengancam keberlanjutan ekosistem dan dapat menurunkan kualitas hidup manusia. Sehingga penguatan kewenangan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dalam melakukan penegakan hukum dan pemberatan serta kekhususan sanksi pidana diperlukan untuk menjamin kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan terpenuhinya rasa keadilan bagi masyarakat,” katanya. (gal/aha)