Komisi VIII Minta Masukan Terkait Pengelolaan Dana Haji
Komisi VIII DPR RI meminta masukan dari berbagai pihak diantaranya dari Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan terkait rencana pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) yang akan mengelola dana haji.
Selama ini,Pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU) yang berasal dari sisa biaya operasional penyelenggaraan haji ini dilakukan oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dibawah Kementerian Agama. Namun hingga saat ini Komisi VIII DPR belum mendapatkan jumlah yang pasti tentang jumlah dana dan dari kapan jumlah tersebut terkumpul.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VIII DPR H Gondo Radityo Gambiro,Rabu (6/2), Komisi VIII meyakini bahwa pengelolaan dana atau keuangan haji harus dilakukan secara professional dan harus dijalankan secara hati-hati, jangan sampai ada ruang sekecil apapun untuk merugikan umat.
Karena itu, Komisi VIII DPR berencana untuk membentuk sebuah badan hukum sendiri yang dinamakan Badan Layanan Umum (BLU). Untuk mewujudkan rencananya tersebut, Komisi VIII DPR RI perlu meminta masukan dari berbagai pihak diantaranya Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI.
Pada kesempatan tersebut, Deputi Gubernur BI yang diwakili Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia, Edy Setiadi mengakui bahwa pengelolaan dana haji harus berlandaskan pada prinsip-prinsip independensi, transparansi, professional dan amanah sehingga memberikan manfaat yang lebih besar bagi calon jemaah haji.
Untuk itu, Edy menyetujui rencana Komisi VIII membuat Badan Layanan Umum (BLU) untuk mengelola dana haji.
Perlu Badan Khusus
Hal yang sama juga disampaikan Askolani yang mewakili Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI. Askolani berpendapat sangat diperlukan sebuah badan hukum khusus untuk pengelolaan keuangan haji. Namun, katanya, badan hukum tersebut diluar satuan kerja (satker) pemerintah.
Dengan kata lain,pengelolaan dana haji harus terpisah dari Kementerian Agama seperti yang selama ini berlangsung. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh ASKES dan TASPEN untuk mengelola dana kesehatan dan pensiun.
Selain itu, Dana Haji merupakan dana titipan masyarakat dan bukan bersumber dari APBN atau asset pemerintah, oleh karena itu harus dipisahkan dari satker pemerintah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mencegah pemerintah terkena dampak langsung dari kegagalan pengelolaan keuangan haji dan resiko ekonomi makro.
Menanggapi hal itu, sebagian besar anggota Komisi VIII mendukung masukan dari Dirjen Anggaran Kemenkeu untuk membentuk sebuah badan di luar pemerintah yang khusus mengelola keuangan haji.
“Kementerian Agama seharusnya memang bukan sebagai operator melainkan sebagai regulator dalam pengelolaan keuangan haji. Namun model atau badan apa yang pas atau tepat sebagai lembaga pengelolaan keuangan haji yang bisa menjamin dana haji akan aman,” tanya Abdul Azis Suseno, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS kepada Wakil Dirjen Anggaran Kemenkeu RI.
Menjawab hal tersebut Askolani mengatakan, perlunya pandangan atau masukan dari pihak-pihak lain seperti kalangan akademisi dan ahli agama yang ikut memberi masukan mengenai badan atau lembaga yang tepat sebagai badan pengelola keuangan haji.
Yang pasti, katanya, badan tersebut harus dikelola oleh para profesional yang memiliki integritas tinggi dan independen. Namun tetap harus dilaporkan kepada Kementerian Agama yang kemudian diaudit oleh BPK dan hasilnya akan dilaporkan kepada DPR RI. (Ayu) foto:RY/parle