Adies Kadir Harap Putusan MK Hapus PT 0 Persen Angin Segar bagi Sistem Demokrasi
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir. Foto: Farhan/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir berharap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT) dapat menjadi angin segar bagi sistem demokrasi perpolitikan di tanah air. Meski demikian, Putusan MK itu jangan sampai malah membuat karut-marut baru dalam pelaksanaan Pemilu ke depannya.
“Bukan nantinya malah membuat karut-marut baru, membuat persoalan baru di sistem demokrasi Indonesia kita. Mudah-mudahan dengan ada putusan tersebut sistem kita, demokrasi kita akan bisa semakin baik," katanya di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2025).
Diketahui, MK menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya. Ketentuan itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini pun mengatakan pihaknya akan menaati putusan tersebut. DPR akan melaksanakannya sesuai putusan MK. "Kita tunggu saja nanti pemerintah dan DPR seperti apa, ini kan belum dibahas, yang pasti perintah-perintah daripada putusan tersebut sudah ada,"
"Demikian juga untuk mendengarkan aspirasi-aspirasi dari masyarakat, dan juga para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat, kami akan taat hukum dan akan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut," sambungnya.
Adies menyampaikan, dalam putusan itu, MK mengusulkan kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusional atau constitutional engineering. Nantinya, katanya, pelaksanaan pilpres bisa disederhanakan dalam hal jumlah paslon.
"Mudah-mudahan dengan ada putusan tersebut sistem kita, demokrasi kita akan bisa semakin baik"
"Di poin kelima, ada yang diperintahkan juga kepada pembuat undang-undang untuk melakukan constitutional engineering. Jadi constitutional engineering, rekayasa konstitusi, di mana rekayasa-rekayasa ini nanti bisa meminimalisir calon-calon yang ingin maju dan juga lebih membuat simpel peraturan-peraturan tentang pemilihan presiden yang akan datang," katanya.
Adies Kadir mengaku cukup terkejut atas putusan MK itu. Sebab, dalam gugatan mengenai presidential threshold sebelumnya, katanya, MK selalu menolak gugatan tersebut.
"Putusan Mahkamah Konstitusi ini adalah kado yang mengejutkan di awal tahun 2025, di mana setelah puluhan gugatan, kalau tidak salah sekitar 32 atau 33 gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi selama ini selalu ditolak," ucapnya.
"Kemudian kali ini satu gugatan, kalau tidak salah nomor 62 PUU itu dikabulkan. Itu sesuatu yang sangat mengejutkan bagi kami, baik dari ormas MKGR maupun di Partai Golkar," katanya. (rdn)