DPR Mulai Bahas RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri
Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri DPR RI (Pansus RUU PPILN) mulai melakukan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dengan pemerintah.
Pembahasan RUU PPILN antara pemerintah dan DPR, Senin (8/4) berjalan alot. Pasalnya, kedua pihak berbeda pendapat mengenai judul RUU tersebut. Anggota Pansus menginginkan judul seperti yang diusulkan DPR, namun pemerintah ingin menggunakan kata “Penempatan” dalam judul RUU tersebut.
Pimpinan Pansus RUU PPILN, Soepriyatno mengingatkan ketika membahas RUU tersebut di internal DPR, prinsip utama adalah memperbaiki minimnya perlindungan dalam UU tenaga kerja yang lama. Dalam Undang-undang yang lama itu mayoritas hanya mengatur soal penempatan dan mengesampingkan perlindungan. Akibatnya dalam praktik, Soepriyatno melihat pemerintah menyerahkan perlindungan TKI kepada pihak swasta yang tergolong memberi perlindungan sangat lemah.
Oleh karenanya, lewat RUU PPILN, Soepriyatno menekankan DPR ingin faktor perlindungan itu lebih besar diatur daripada penempatan. Apalagi, salah satu tugas pokok pemerintah adalah melindungi TKI.
Selain itu, penempatan TKI ke luar negeri menurutnya bukan tugas utama pemerintah, namun membuka lapangan kerja seluasnya di dalam negeri harus menjadi fokus utama pemerintah. Itulah mengapa Soepriyatno mengatakan RUU PPILN harus mengedepankan aspek perlindungan. “Supaya tidak terjadi komoditisasi TKI,” katanya.
Jika pemerintah sepakat dengan kata “perlindungan” dalam judul RUU, Soepriyatno mengatakan hal itu akan berpengaruh terhadap substansi RUU. Misalnya di bidang pelatihan untuk TKI, dalam rangka perlindungan maka TKI akan dilatih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di luar negeri. Seperti bagaimana menyetrika kain berbahan sutra dan katun.
Bagi Soeprayitno, jika pekerjaan itu tak dilakukan dengan benar, maka TKI yang bersangkutan akan melakukan kesalahan dalam bekerja yang ujungnya memicu tindak kekerasan dari majikan. Oleh karenannya, Soepriyatno menekankan kata “perlindungan” harus digunakan sebagai dasar dalam mengatur bermacam substansi dalam RUU tersebut.
Senada, anggota pansus dari Fraksi PKS, Arif Minardi, tidak setuju jika kata penempatan masih digunakan sebagai judul RUU.
Arif khawatir jika kata “penempatan” tetap digunakan, akan dipersepsikan kalau pemerintah wajib mengirim tenaga kerja ke luar negeri. Padahal, dari pantauannya mayoritas TKI, khususnya di sektor PRT bekerja ke luar negeri karena dipaksa kondisi dalam negeri yang minim lowongan pekerjaan. “Karena terpaksa itulah, pemerintah harus mengutamakan perlindungan,” katanya.
Pernyataan serupa dilontarkan anggota pansus dari Fraksi Partai Golkar, Hernani Hurustiati mengusulkan agar pembahasan masalah ini ditunda sampai pertemuan berikutnya. Apalagi, fraksi yang hadir dalam rapat kali ini kurang dari setengah anggota pansus. “Jangan kita putuskan sekarang,” tukasnya.
Anggota Panja yang lain dari Fraksi Partai Demokrat, Dhiana Anwar, menyebut fraksinya setuju dengan usulan pemerintah yang mengatakan perlu dicantumkan kata “penempatan” dalam judul.
Dhiana menilai proses rekrutmen sampai kepulangan TKI itu tetap ada perlindungannya, sehingga yang lebih penting menurutnya siapa yang dilindungi. Serta menegaskan bahwa orang yang bekerja sebagai TKI itu jelas dimana ditempatkan. “Menurut kami penempatan dulu, jadi ada yang ditempatkan baru dilindungi,” urainya. (sc)