Komisi VII Janji Cari Solusi IUP Tumpang-Tindih di Morowali
Terkait adanya tumpang-tindih Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Komisi VII DPR RI berjanji akan mencarikan solusi terbaik, agar tidak menimbulkan sengketa berkelanjutanantara perusahaan pertambangan dengan masyarakat setempat.
Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi Tengah, Sutan Bhatoegana dalam pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Morowali yang diwakili Sekretaris Daerah, Syahrir Ishak dan Presiden Direktur PT.Vale Indonesia, Nico Kanter di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (17/4)
“Pertemuan ini tidak mencari pihak yang salah atau benar,tetapi mencari solusi untuk kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat,” kata Sutan.
Ia menyatakan, hasil pertemuan tersebut akan dibahas lebih lanjut di Komisi VII, kemudian Komisi VII akan memanggil kedua belah pihak, yaitu Pemerintah Kabupaten Morowali dan PT. Vale Indonesia.
Menurut Sutan, saat ini di Kabupaten Morowali terdapat 43 IUP tumpang tindih yang berada di lahan konsesi milik PT. Vale Indonesia.Hal tersebut terjadi, karena lahan konsesi milik PT.Vale Indonesia yang luasnya mencapi 36 ribu hektare tak kunjung dimanfaatkan.
"Kepala daerah memberikan ijin kepada pihak lain untuk mengolahnya agar dapat pemasukan," terang Sutan.
Sekretaris Daerah Kabupaten Morowali,Syahril Ishak dalam pertemuan yang dimediasi Komisi VII tersebut, meminta PT.Vale Indonesia untuk tegas menyikapi kondisi itu dengan menyepakati kontrak karya yang sebelumnya telah disepakati.
"Kalau mau dimanfaatkan, silahkan. Jangan ditunda-tunda. Kami memberikan ijin ke perusahaan lain karena lahan tersebut nganggur," katanya.
Sementara, Presiden Direktur PT.Vale Indonesia,Nico Kanter mengatakan perusahaan tambang yang beroperasi dengan menggunakan IUP tumpang-tindih tersebut pada umumnya tidak memperdulikan kelestarian lingkungan.
"Banyak lingkungan hancur, perusahaan tidak membuat pelabuhan untuk mengangkut tanah mengandung nikel," katanya.
Perusahaan yang sebelumnya bernama PT.INCO ini juga berencana melepas sejumlah lahan konsesinya karena dinilai terlalu luas.
Saat ini perusahaan tambang nikel terbesar kedua di dunia ini memiliki lahan efektif seluas 190 ribu hektare yang tersebar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. (sc) foto:sc