Komisi VII Minta BPH Migas Tindak Tegas Agen Mitan Yang Melanggar
28-01-2009 /
KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR Kahar Muzakir (F-PG) meminta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) untuk menindak tegas para agen minyak tanah (Mitan) yang melakukan pelanggaran dalam pendistribusian minyak tanah bersubsidi. Hal tersebut ditegaskan Kahar dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR dengan BPH Migas yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana (F-PD), di DPR, Rabu (28/01).
“Saya minta agar BPH Migas mencabut izin operasi para agen minyak tanah yang membandel,†tegas Kahar.
Selain kepada agen minyak tanah, Kahar juga meminta BPH Migas untuk dapat memberikan sanksi tegas juga kepada oknum pegawai Pertamina yang dinilainya lalai menjalankan tugasnya.
Kahar menilai selama ini belum ada agen minyak tanah yang mendapatkan sanksi yang tegas mengingat banyaknya minyak tanah bersubsidi yang tidak sampai kepada masyarakat terutama di daerah-daerah.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR lainnya Asfihani (F-PD) menilai kinerja BPH Migas kurang memuaskan karena hanya dapat mengungkapkan pelanggaran daalm penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) di daratan. Menurutnya justru pelanggaran penyaluran BBM lebih sering terjadi di lautan seperti penyelundupan dan lain sebagainya.
Karena itu, Asfihani meminta BPH Migas untuk dapat mengungkap seluruh kasus pelanggaran penyaluran BBM baik di darat maupun di lautan. “Sebetulnya pelanggaran lebih sering terjadi di lautan, karena itu BPH Migas harus lebih meningkatkan pengawasannya,†ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPH Migas Tubagus Haryono kepada Komisi VII DPR menjelaskan, pihaknya akan segera menugaskan jajarannya untuk memberikan sanksi yang tegas berupa pencabutan izin terhadap para agen minyak tanah yang melakukan pelanggaran.
Haryono menambahkan, pada tahun 2008 BPH Migas telah melakukan pendampingan penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan BBM bersubsidi sejumlah 772 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus yang masih dalam proses penyidikan sebanyak 423 kasus, 337 kasus sudah P-21 dan dalam tahap penuntutan, sedangkan 12 kasus sudah vonis.
Dari beberapa kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi, kasus yang memiliki prosentase terbesar adalah perembesan minyak tanah dari daerah non konversi ke daerah konversi sebanyak 32%, yang banyak terjadi di Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur. Untuk kasus pembelian BBM dari SPBU, pangkalan minyak tanah untuk dialihkan ke industri memiliki tingkat prosentase sebesar 20% dan terjadi di Kalimantan, Jawa, dan Sumatera.
Di sela-sela rapat tersebut, Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Albert Yaputra atas izin Pimpinan rapat membagi-bagikan angpau kepada seluruh yang hadir di ruang rapat Komisi VII DPR.(ol)