DPR Dorong Pembentukan Kaukus Ekonomi Hijau
Sejumlah anggota DPR berniat menggalang dukungan membentuk Kaukus Ekonomi Hijau (KEH). Pasalnya, Kaukus tersebut merupakan wujud kepedulian anggota Parlemen dalam menyikapi perubahan iklim nasional.
"Saya telah berusaha menggalang sejumlah anggota DPR dari lintas Komisi untuk membentuk Kaukus Ekonomi Hijau (KEH), bahkan telah bergulir sejak akhir 2012 lalu," ujar Anggota DPR Satya W. Yudha dari Partai Golkar sebagai penggagas Kaukus Ekonomi Hijau kepada Parlementaria, di Gedung DPR RI, baru-baru ini.
Kaukus Ekonomi Hijau (KEH), lanjutnya, merupakan bentuk komitmen bersama untuk memperkuat peran DPR dalam menjalankan pembangunan rendah karbon (low carbon growth).
Satya memberikan gambaran bahwa terdapat masalah dalam upaya mewujudkan tujuan Kaukus Ekonomi Hijau (KEH) tersebut. Antara lain, masih adanya ketergantungan konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan bakar fosil.
Akibat dari itu, Indonesia juga menjadi negara penghasil emisi yang besar di dunia. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia sudah mulai mengadaptasi kebijakan-kebijakan mengenai lingkungan hidup yang diintegerasikan dengan kebijakan pembangunan ekonomi nasional.
“Langkah konkret salah satunya adalah dengan mengadopsi NAMA (Nationally Appropriate Mitigation Action) yang merujuk pada serangkaian tindakan kebijakan dan aksi pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca," ujar Satya seusai memberikan pemaparan presentasi kepada Royal College of Defence Studies (RSDS) mengenai perkembangan perubahan iklim (climate change) di Indonesia.
Sayangnya, lanjutnya, target kebijakan NAMA tersebut masih sulit diverifikasi dikarenakan tidak adanya informasi yang komprehensif tentang metode, evaluasi dan kemajuan yang telah dicapai dalam komitmen menurunkan emisi karbon sampai dengan 26% pada 2020 sesuai yang dicanangkan Presiden SBY pada 2009.
Soal Satgas REDD+ sebagai lembaga task force, menurut Satya harus segera ditentukan konterpart-nya di DPR. Karena hingga saat ini REDD+ masih dikelola oleh gugus tugas yang belum memiliki kekuatan hukum. “Perlu segera memberikan kepastian hukum terhadap status institusi task force REDD+ tersebut, sehingga tugas dan fungsinya bisa berjalan optimal, apalagi jika sudah memiliki konterpart di DPR," jelasnya.(si)/foto:iwan armanias/parle.