USULAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS BAGI DIY PERLU DIKAJI LEBIH DALAM
28-01-2009 /
KOMISI II
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Chozin Chumaidy mengatakan, adanya usulan kawasan ekonomi khusus untuk dimasukkan dalam salah satu pasal RUU Keistimewaan Yogyakarta perlu dikaji lebih dalam.
Hal itu dikatakannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pakar Keuangan Daerah Mudrajad Kuncoro yang juga Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Yogyakarta, Rabu (28/1) di gedung DPR
Menurut Chozin, kawasan ekonomi khusus itu biasanya dibangun karena potensi ekonomi daerah tersebut sangat tinggi. Dalam hal ini dia menanyakan, apakah Yogyakarta memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dijadikan kawasan ekonomi khusus.
Tentunya, kata Chozin untuk menjadikan kawasan khusus perlu melihat beberapa daerah yang telah dijadikan kawasan ekonomi khusus, apakah daerah tersebut berhasil atau tidak. Karena dia melihat banyak daerah yang telah dijadikan kawasan ekonomi khusus banyak yang tidak berhasil.
Dalam rangka memberikan berbagai masukan terhadap RUU Keistimewaan DIY, khususnya keuangan daerah, Mudrajad Kuncoro pada kesempatan tersebut mengusulkan tambahan pasal dalam RUU tersebut agar DIY dimasukkan sebagai kawasan ekonomi khusus. Hal ini berdasarkan pertimbangan karena DIY miskin sumber daya alam (SDA), namun punya peluang menjadi international hub bagi kabupaten/kota di pesisir selatan Jawa.
Menurut Mudrajad, kawasan ekonomi khusus ini merupakan kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan khusus di bidang kepabeanan, perpajakan, perijinan, keimigrasian dan ketenagakerjaan. “Ke lima bidang ini diperlukan pelayanan satu atap,†katanya.
Dia menambahkan, kawasan khusus juga harus ditunjang dengan tersedianya infrastruktur yang handal dan Badan Pengelola yang profesional dengan standar internasional.
Mudrajad mengatakan, DIY baru dapat disebut “istimewa†tidak hanya dari sisi politik, sejarah, tanah, kelembagaan, namun juga sebagai kawasan ekonomi. Tentunya, katanya, usulan tambahan pasal mengenal kawasan ini perlu dipertimbangkan mengingat peluang yang ada di DIY.
Selain itu, Mudrajad menilai ternyata Daerah Istimewa Yogyakarta tidak diistimewakan dalam hubungannya dengan fiskal pusat dan daerah.
Menurutnya, DIY memang relatif mampu membiayai pembangunan daerah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor dan BBN KB.
Dibandingkan daerah lain, DIY mendapatkan PAD yang jumlahnya cukup tinggi yaitu 49,27 persen, dari Dana Alokasi Umum (DAU) 45,47 persen, sedang dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 0 persen.
Sebelum terjadinya gempa yang melanda DIY, dengan PAD yang cukup tinggi itu memang dapat mengatasi permasalahan di DIY. Namun setelah terjadinya gempa berpengaruh juga terhadap PAD, karena DAK dibebankan pada APBD bukan pada APBN. “Seberapa besar PAD seatu daerah jika dilanda musibah seperti itu tidak akan bisa bangkit sendiri tanpa bantuan dari APBN,†tambahnya.
Untuk itu Mudrajad mengusulkan agar pembiayaan dari DAK Keistimewaan ditambah dari sumber APBN seperti halnya pembiayaan otonomi khusus di Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua.
Tentunya format pembiayaan dari DAK itu tidak harus sebagai daerah otonomi khusus, tapi dicarikan format apa yang paling cocok dimasukkan dalam RUUK DIY. “Semua itu saya serahkan pada Pansus,†tambahnya.
Pada kesempatan tersebut Mudrajad juga mengusulkan perubahan Pasal 5 bahwa tujuan keistimewaan DIY adalah mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat. Hal ini berarti kesejahteraan menjadi tujuan hakiki.. Untuk itu, point ini harus dimasukkan dalam urutan pertama. (tt)