Perlu Hati-hati Ratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang
Anggota Komisi I Mardani menyatakan perlu kehatian-hatian Komisi I dalam melakukan ratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Pasalnya, jika Konvensi ini sudah diratifikasi, maka akan berlaku legally binding, atau bersifat mengikat.
“Dalam proses ratifikasi ini, kita melihat ada langkah yang mesti kita tempuh secara hati-hati. Walaupun secara ruh kita setuju, namun dalam meratifikasi kita perlu masukkan dari berbagai pihak, karena ketika kita sudah meratifikasi, ini mengikat akan kita, ujar Politisi PKS ini di ruang rapat Komisi I, Gedung Nusantara II, Rabu (2/10) sore.
Mardani menyatakan, dengan adanya konvensi ini justru bisa menjadi bumerang untuk Indonesia sendiri. Pasalnya, ketika ada WNI yang merasa dihilangkan secara paksa, kemudian mengadu kepada pengadilan internasional, pengadilan bisa mengintervensi Indonesia, melalui konvensi internasional ini.
“Semua warga Indonesia ikut serta membangun, namun satu orang saja bisa menghancurkan negeri ini. Di satu sisi, orang-orang yang memiliki itikad buruk dan punya niat untuk menghancurkan Indonesia, bisa berlindung di konvensi ini,” imbuhnya.
Untuk itu, Komisi I meminta masukan dari Kepala Divisi Hukum Polri, Kepala Badan Pembina Hukum TNI, dan Komnas HAM. Mardani berharap, dengan adanya masukan ini, dapat membantu Komisi I dalam proses ratifikasi konvensi yang diinisiasi oleh Indonesia ini.
“Karena itu, masukan dari kawan-kawan ini, menurut kami memperkaya. Mereka mencoba menyesuaikan draft konvensi ini kepada Tupoksi dari TNI dan Polri. Jangan sampai konvensi ini malah mengganggu tupoksi aparat negara ini untuk menjaga keutuhan NKRI. Secara umum, konvensi ini sangat sesuai dengan ruh dari UUD 1945, karena salah satu dari tugas negara adalah melindungi segenap tumpah darah dan seluruh warga negara Indonesia,” papar Politisi dari Jawa Barat ini.
Sebelumnya, dalam paparannya, Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Anton Setiadi menyatakan, harkat, martabat, dan hak asasi manusia perlu dijaga agar tidak terjadi perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.Menurutnya, prinsip utama untuk perlindungan semua orang dari penghilangan paksa haruslah menuruti peraturan atau dengan pengawasan yang efektif dari pengadilan ataupun pengawasan penguasaan lainnya.
"Sehingga diperlukan penetapan tindakan nasional dan internasional dalam hal menjamin perlakuan secara universal dan efektif, serta menghormati hak-hak korban kejahatan dan penyalahgunaan dari penghilangan paksa," tambah Anton. (sf), foto : od/parle/hr.