BAKN Desak Penyelesaian Proses Likuidasi Badan Otorita Batam
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI mendesak Kepada Kementerian Keuangan, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk segera menyelesaikan proses likuidasi Badan Otorita Batam.
Saat Kunjungan Kerja BAKN DPR RI, dalam rangka Rapat Dengar Pendapat guna meminta penjelasan terkait permasalahan yang telah diungkapkan dalam Laporan Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) atas Laporan Keuangan BP Batam Tahun 2011, kepada Kepala BP Batam dan jajarannya. Jum’at (11/10), di Batam Center, Pulau Batam.
Hal ini diharapkan sehingga neraca akhir Otorita Batam menjadi neraca awal BP Batam sebagai Badan Layanan Umum (BLU). “BAKN meminta proses likuidasi Badan Otorita Batam selesai pada akhir tahun 2013 atau selambat-lambatnya 6 (enam) bulan dari sekarang,” tegas Ketua BAKN Sumarjati Arjoso.
Selanjutnya, BAKN meminta kepada BPKP sebagai Pembina Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) harus memberikan bantuan dan dukungan untuk perbaikan Sistem Akuntansi dan Sistem Pengendalian Intern (SPI) BP Batam.
Patut diketahui, berdasarkan Laporan BPK, sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 4 atas Laporan Keuangan, BP Batam menyajikan Piutang Usaha per 4 Februari 2011 dan 31 Desember 2010 masing-masing sebesar Rp13,75 miliar dan Rp30,36 miliar. Saldo Piutang Usaha sebesar Rp1,74 miliar pada RSOB belum dapat diyakini kewajarannya karena penatausahaan piutang usaha pada RSOB belum memadai. Selain itu, saldo piutang usaha sebesar Rp13,75 miliar tersebut, belum termasuk piutang UWTO sebesar Rp248,55 miliar pada Neraca BP Batam per 4 Februari 2011, melainkan hanya diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.
Saldo Piutang UWTO belum dapat diyakini kewajarannya karena BP Batam baru melakukan verifikasi dan pendataan kembali piutang UWTO hanya sejak tahun 2006 hingga sekarang, padahal penyewaan lahan telah dilakukan sejak tahun 1991. Catatan-catatan dan dokumen yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk dapat menelusuri dan meyakini kewajaran saldo piutang usaha.
Catatan 8 atas Laporan Keuangan juga mengungkapkan saldo Aktiva Tetap pada Neraca per 4 Februari 2011 dan 31 Desember 2010 masing-masing sebesar Rp14,18 triliun dan Rp14,18 triliun. BP Batam belum menindaklanjuti rekomendasi BPK pada LHP atas LK BP Batam Tahun 2010 untuk melakukan rekonsiliasi dan mempertanggungjawabkan perbedaan pencatatan aktiva tetap sebesar Rp37,72 miliar, sehingga permasalahan tersebut masih terjadi pada tahun 2011. Catatan-catatan dan dokumen yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk melakukan prosedur pemeriksaan untuk dapat meyakini kewajaran saldo aktiva tetap.
Catatan 11 atas Laporan Keuangan juga mengungkapkan saldo Aktiva Lain-lain pada Neraca per 4 Februari 2011 dan 31 Desember 2010 masing-masing sebesar Rp107,39 miliar dan Rp89,57 miliar. Dari saldo sebesar Rp107,39 miliar tersebut, diantaranya merupakan saldo Piutang Tidak Lancar dan saldo Lainnya masing-masing sebesar Rp34,80 miliar dan Rp5,41 miliar. Saldo Piutang Tidak Lancar tersebut yang terdapat pada beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) tidak didukung dengan rincian debitur dan faktur sebesar Rp31,18 miliar, dan saldo Lainnya sebesar Rp5,41 miliar tidak memiliki dasar kebijakan akuntansi atas pembentukannya serta tidak ada dokumen pendukung atas akun tersebut. Catatan-catatan dan dokumen yang tersedia tidak memungkinkan BPK melakukan prosedur pemeriksaan untuk dapat meyakini kewajaran saldo Piutang Tidak Lancar dan saldo Lainnya (Aktiva Lain-Lain).
Catatan 15 atas Laporan Keuangan juga mengungkapkan, saldo Titipan Pihak Ketiga pada Neraca per 4 Februari 2011 dan 31 Desember 2010 masing-masing sebesar Rp43,76 miliar dan Rp40,79 miliar. Dari saldo sebesar Rp43,76 miliar tersebut, diantaranya merupakan saldo Penerimaan Sementara sebesar Rp5,83 miliar dan saldo Lain-lain sebesar Rp16,04 miliar. BP Batam tidak dapat menyajikan dasar kebijakan akuntansi untuk pembentukan akun Penerimaan Sementara dan akun Lain-lain dan tidak ada dokumen pendukung atas akun tersebut. Catatan-catatan dan dokumen yang tersedia tidak memungkinkan BPK melakukan prosedur pemeriksaan untuk dapat meyakini kewajaran saldo Penerimaan Sementara dan saldo Lain-lain.
Catatan 19 atas Laporan Keuangan juga mengungkapkan, Belanja Operasional pada Laporan Surplus Defisit pada periode yang berakhir pada tanggal 4 Februari 2011 sebesar Rp39,95 miliar. BP Batam membebankan belanja tahun sebelumnya minimal sebesar Rp15,22 miliar pada periode 1 Januari s.d. 4 Februari 2011. BPK berkeyakinan bahwa masih terdapat belanja tahun-tahun sebelumnya yang dibebankan pada tahun 2011 dan data yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk melakukan verifikasi terhadap populasi belanja operasional sehingga BPK tidak dapat meyakini kewajaran saldo belanja operasional tersebut.
Karena permasalahan yang diuraikan tersebut, BPK tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan, lingkup pemeriksaan BPK tidak cukup untuk memungkinkan BPK menyatakan, dan BPK tidak menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan BP Batam tanggal 4 Februari 2011. (as), foto : agung s/parle/hr.