Terkait Kasus dr. Ayu - Komisi IX Pertanyakan Peran IDI, MKDKI, KKI dan Kemenkes
Terkait kasus dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, Anggota Komisi IX DPR RI, Endang Agustini Syarwan Hamid mempertanyakan peran institusi profesi dokter, yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Kementerian Kesehatan.
“Bagaimana peran KKI, IDI dan Kementerian Kesehatan secara terintegrasi dan komprehensif melakukan upaya-upaya yang cepat menyusun peraturan yang menyeluruh baik untuk kepentingan pasien maupun untuk kepentingan dokter agar hal ini tidak terulang kembali,” kata Endang saat Rapat Komisi IX dengan Wakil Menteri Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial, LPSK dan KKI, di Gedung Nusantara I DPR RI, Rabu (4/12)
Endang juga mempertanyakan, MKDKI sebagai sebuah badan yang dilindungi UU tetapi masih bisa diintervensi oleh hukum lainnya dan ini sudah terjadi.
“Dari kejadian itu tidak direspon oleh kita semua, bagaimana sebaiknya menempatkan peran MKDKI seharusnya jika ada kasus-kasus seperti kasus dr. Ayu itu tidak berlarut-larut,” imbuh Endang.
Pada rapat dengan agenda membahas proses kasus yang terjadi di RS. Kandou Manado, Endang menjelaskan, begitu banyaknya perangkat-perangkat yang menjadi rambu-rambu bagaimana sebaiknya profesi dokter melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Namun Banyak kasus-kasus kelalaian medik yang menimpa pasien-pasein dan melibatkan dokter tidak pernah disikapi secara sungguh-sungguh.
“Kalau saat ini terjadi kasus seperti ini, yang hadir di ruangan ini hanya sebagai pemadam kebakaran saja. Karena kita tidak belajar dari pengalaman,” ujarnya.
“Kalau kita berkumpul hari ini, apakah untuk kumpul-kumpul saja, dari Kemenkes maupun aparat hukum adakah keinginan kuat untuk menindaklanjuti kasus ini”, tegasnya.
Kasus ini, menurut Endang, kasus yang sudah cukup lama dari 2010 sampai dengan 2013. Menurutnya, seperti ada mata rantai yang putus antara pusat dan daerah, yang tidak dicermati dan diperhatikan secara sungguh-sungguh.
RS Kandou adalah RS pemerintah, menurut Endang seharusnya tidak perlu terjadi. Karena ini punya pemerintah, kalau ini milik swasta mungkin orang masing bisa memahami.
Endang berharap, kasus ini menjadi kasus terakhir. Dirinya tidak ingin prosesnya berkepanjangan. Endang sebagai wakil rakyat melihat dari pembicaraan-pembicaraan yang ada di masyarakat, tidak ada satupun dokter-dokter yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat yang bicara tentang pasien. “Dokter hanya bicara sendiri tentang profesinya,” papar politisi Partai Golkar.
Endang mengingatkan, bahwa kita diberikan pembelajaran pada kasus Prita. Pada kasus prita, mulai dari anak TK sampai orang dewasa mengumpulkan koin karena begitu simpatinya pada kasus itu. Tetapi kalau kita lihat sampai dengan hari ni, tidak ada yang memberikan respect ataupun respon positif terhadap kasus ini.
“Harusnya kita bisa introspeksi, kenapa ini terjadi. Apakah ini ada sistem, aturan atau Undang-undang ataupun mekanisme yang salah sehingga ini semua terjadi,’ jelasnya.
Tapi pada dasarnya, kata Endang, dirinya tetap menghargai profesional dokter. Karena dokter memiliki jiwa penolong terhadap jiwa yang sakit dan dia tidak diskriminasi atau membedakan antara yang miskin dan kaya. (sc)/foto:odjie/parle/iw.