RUU Pilkada Harus Selesai di Maret 2014
Komisi II DPR bersama Pemerintah bersepakat pembahasan RUU Pilkada harus selesai di bulan Maret 2014 sebelum penutupan masa sidang.
“Kalau setelah pemilu akan timbul problem, yang sudah terpilih kembali apakah masih bersemangat menyelesaikannya atau tidak, apalagi yang tidak terpili kembali,”kata Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar saat RDP dengan Dirjen OTDA Kemendagri Djohermasyah, Selasa (21/1).
Ia menambahkan, pembahasan RUU Pilkada nantinya akan langsung masuk ke Rapat Panja untuk membicarakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), kemudian berlanjut pada pembahasan Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
“Jika dalam pembahasan tersebut tetap tidak ketemu kata sepakat, ya akan kita paksa dibawa ke Paripurna, karena nanti kan di paripurna ada lobi-lobi fraksi, kalau hari itu bisa selesai, yah selesai, kalau tidak yang bisa ditunda pada Paripurna selanjutnya, dan buat kami di Komisi II secara institusional pembahasan RUU ini sudah selesai,”jelas Agun.
Seperti diketahui, pembahasan RUU Pilkada berjalan alot. Masih ada perbedaan pendapat antar fraksi mengenai beberapa isu dalam RUU tersebut. Empat isu utama yang masih terjadi perbedaan, yakni, mekanisme pemilihan, penyelesaian sengketa, sistem paket pemilihan, dan pembahasan terkait dengan politik dinasti.
Menanggapi hal tersebut Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan menyambut positif optimisme DPR untuk menuntaskan RUU pilkada. Sebagai mitra yang akan membahas regulasi itu, pihaknya mengaku siap. “Ini sudah tiga tahun dibahas, pasti bisalah selesai bulan Maret,” katanya usai rapat konsultasi.
Menurut dia, dari tujuh isu krusial itu tinggal dua isu yang masih alot. Yakni, soal mekanisme pemilihan kepala daerah dan pemilihan dalam satu paket atau terpisah. Pemerintah mengusulkan pemilihan langsung hanya dilakukan untuk gubernur, sedangkan pemilihan bupati/wali kota kembali ke DPRD. Sementara, fraksi-fraksi masih ada yang ingin semua dilakukan pemilihan langsung.
Untuk sistem paket, kata Djohermansyah, pemerintah menawarkan solusi, yakni pemilihan tunggal untuk kepala daerah. Setelah kepala daerah terpilih, dia bisa memilih wakilnya dari PNS yang memenuhi syarat atau non-PNS (partai). Dia beralasan, pemilihan tunggal itu untuk menghindari adanya pecah kongsi antara kepala daerah dan wakilnya jika dipilih dalam satu paket. “Itu yang akan kita kompromikan,” katanya.(nt), foto : riska/parle/hr.